SELAMAT DATANG DI -- www.andykasipil.blogspot.com -- BERBAGI SEPUTAR ILMU TEKNIK SIPIL

Kamis, 31 Mei 2012

Syarat Pemutusan dan Penyambungan Tulangan

Dimanakah kita harus memutuskan tulangan ?

¼ L + Ld adalah kode atau angka yang bisa jadi sangat sering dijumpai pada gambar penulangan atau struktur beton. Mungkin karena saking seringnya digunakan, hampir semua orang akhirnya menganggap kode tersebut adalah hal yang benar sehingga mutlak diikuti tanpa pernah menyelidiki atau mempelajari asal muasal kode tersebut.



Pada hampir setiap gambar perencanaan struktur yang saya dapatkan, umumnya perencana struktur membagi potongan elemen struktur dalam dua posisi jarak bentang yaitu pada 0 – ¼ L sisi kanan dan kiri elemen struktur dan posisi tengah bentang pada ¼ L hingga ¾ L. Kebiasaan perencana struktur ini lambat laun menjadikan suatu kesimpulan bagi kebanyakan orang bahwa pemutusan tulangan tersebut sudah menjadi standar. Bahkan pernah terjadi bahwa pengawas menuntut tambahan 20D lagi sehingga menjadi ¼ L + 20D karena menurutnya ¼ L adalah letak titik momen nol yang harus ditambahkan panjang penyaluran lagi (20D) agar struktur menjadi aman. Segitunya?

Menarik untuk dihubungkan bahwa pada suatu struktur sederhana yang terjepit pada kedua ujungnya akan memiliki momen nol pada jarak 0,205 L atau mendekati 1/5 L dari ujung tepi tumpuan. Apakah ¼ L tadi ada hubungannya dengan letak momen nol? Apakah selisih antara 1/5 L dan ¼ L dapat diartikan sebagai penyaluran tulangan setelah titik dimana momen = 0? Sehingga banyak perencana menentukan pemutusan tulangan pada ¼ L dan bahkan ¼ L + 20D?


Suatu referensi buku yang kebetulan masih saya simpan karya Bapak Istimawan Dipohusodo yang berjudul Struktur Beton Bertulang, menyebutkan bahwa pada dasarnya pemutusan tulangan dapat diakhiri dimana saja asal jumlah tulangan atau struktur tersebut masih mampu untuk menahan momen yang terjadi (disebut pula titik pemutusan teoritis) dan tulangan yang diputus harus disalurkan sedemikian mampu menahan gaya-gaya terutama gaya tarik yang terjadi pada besi tulangan. Saya pikir kita harus mulai dari sana dulu. Tapi ini bukan suatu hal yang bersifat final.
Walaupun pada dasarnya tulangan dapat diputus jika sudah tidak diperlukan lagi secara kekuatan, namun ada hal-hal lain yang harus dipertimbangkan. Sehingga tulangan tidak boleh diputus semuanya. Tulangan harus dipasang menerus sepanjang struktur (terutama untuk balok). Salah satunya adalah aspek gempa yang mensyaratkan tulangan yang tersedia dalam jumlah tertentu walaupun tidak diperlukan dalam perhitungan lentur. Saya melihat ini sebagai aspek praktis karena akan lebih mudah dalam pelaksanaan apabila jumlah tulangan tertentu tidak diputus dan dipasang secara menerus. Dalam peraturan, jumlah luasan tulangan yang harus dipasang menerus adalah sebesar 1/3 luas tulangan yang diperlukan dalam perhitungan. Disebutkan pula bahwa tulangan harus diperpanjang sebesar 12 db atau sebesar tinggi bersih balok dan diambil yang terbesar.
Lalu bagaimana memutus tulangan yang sejumlah 2/3 luas tulangan yang lain? Ini merupakan pertanyaan kunci atas penjelasan di atas. Sebagai contoh, kita tinjau elemen struktur balok. Beberapa praktik pemutusan tulangan atas yang dibuat oleh beberapa pelaku proyek adalah:
  • 1/3 L
  • ¼ L + 20D
  • ¼ L
  • 1/5 L
Mana yang benar?  Saya yakin jika ditanyakan kepada para pelaku konstruksi, maka mereka mayoritas akan menjawab  ¼ L. Yah, ¼ L sebagai pedoman pemutusan tulangan rasanya sudah mendarah daging. Ada juga yang menambahkannya menjadi 1/4 L + 20D. Mari kita lihat dan kaji secara teoritis.
Pada dasarnya tulangan dapat diputus dimana saja dengan dua syarat, yaitu luas tulangan yang diputus sudah tidak diperlukan lagi berdasarkan perhitungan dan tulangan yang diputus harus ditambahkan panjang penyaluran tertentu. Dengan konsep ini, apakah pada akhirnya akan bernilai sama dengan 1/3 L, ¼ L + 20D, atau ¼ L atau bahkan 1/5 L Jawabnya akan sangat bervariatif karena sangat tergantung dengan kondisi yang ada.
Cara pemutusan tulangan oleh perencana di atas ternyata sebenarnya hanyalah suatu pendekatan saja dengan tujuan sebagai pedoman praktis yang cukup aman berdasarkan pengalaman. Sehingga angka-angka baik 1/3 L, ¼ L + 20D, ¼ L, dan 1/5 L sebaiknya tidak menjadi pedoman yang kaku dalam pelaksanaan. Angka-angka tersebut sebenarnya adalah pendekatan praktis agar memudahkan pelaksanaan di lapangan. Angka-angka tersebut juga sebaiknya tidak dilihat sebagai suatu kebenaran karena akan menjadikan kita tidak belajar mengenai filosofi struktur beton bertulang.
Beberapa waktu yang lalu, saya mencoba untuk menghitung jarak pemutusan tulangan tumpuan balok. Perhitungan jarak pemutusan tulangan dilakukan dengan cara mengukur jarak momen nol terhadap tepi balok dan kemudian menambahkan jarak tertentu untuk keperluan panjang penyaluran dan geser balok sebesar tinggi efektif balok (d) atau 12 db. Ini tentu dengan menggunakan software ETABS atas perhitungan struktur gedung tersebut. Dengan mengambil sample satu balok saja, ternyata prosesnya memang tidak gampang.
Kita harus melihat grafik momen yang menjadi dasar atau representasi kebutuhan luas tulangan. Momen balok adalah maksimum di daerah tumpuan dan mengecil ke arah tengah bentang. Jumlah tulangan rencana ditentukan berdasarkan momen maksimum di tumpuan.

1 komentar:

  1. Memang yang dipahami kebanyakan bahwa L/4 itu adalah seperti yang anda jelaskan, itu jika pada saat beban gravitasi yang bekerja, bentuk diagramnya parabolik dengan peralihan tanda momen diperkirakan sebesar seperempat bentang.
    Sementara pada saat beban gempa bekerja, maka grafik superposisi momen akan berupa diagram linier dengan perpindahan arah mendekati tengah bentang.
    Banyak paradigma salah yang harus diluruskan.
    Mencakup juga tentang frekuensi probabilitas beban dominan seperti gempa jika terjadi.

    BalasHapus