Pengembang perumahan adalah salah satu cara cepat membiakkan kekayaan.Dalam
10 tahun terakhir sebagian kalangan menengah kota mengalami peningkatan
kekayaan yang signifikan. Indikasinya bisa dilihat dari pembentukan
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) khusus wajib pajak (WP) besar orang pribadi
akhir tahun lalu. Selain untuk mengejar kewajiban pajak para pengusaha
yang selama ini membayar pajak jauh di bawah semestinya, KPP khusus itu
juga untuk menjaring WP baru yang meningkat kekayaannya.
Kekayaan kalangan menengah itu bisa berbiak cepat antara lain karena mereka bermain di properti
atau menjadi pengembang perumahan. Tidak hanya sebagai pembeli tapi
juga pengembang perumahan (developer). Baik pengembang perumahan pasif
(hanya menyetor modal atau investor) maupun pengembang perumahan aktif
(menyetor modal dan terlibat dalam pengembangan). Yang terakhir ini bisa
sendiri atau bermitra dengan pengembang perumahan yang sudah berpengalaman.
Bisnis pengembang perumahan (properti) memang menjanjikan keuntungan
menggiurkan. “Rata-rata margin bersihnya 20 persen dari harga rumah,”
kata Miftah Sunandar, Direktur Utama PT Miftah Putra Mandiri, pengembang
perumahan menengah bawah, menengah dan menengah atas di Depok dan
Bandung (Jawa Barat) serta Jakarta Selatan. Angka yang mirip disebutkan Ghofar Rozaq Nazila,
Direktur Utama PT Relife Realty, pengembang perumahan menengah dan
menengah atas di Depok dan Jakarta Timur. Jangan heran kendati relatif
baru di bisnis pengembang perumahan, kedua developer muda itu sudah bisa
membukukan penjualan hampir Rp100 miliar tahun lalu.
Berani memulai sebagai Pengembang Perumahan
Anda tertarik mengikuti langkah mereka sebagai pengembang perumahan?
Punya pengetahuan di bidang konstruksi atau arsitektur sangat membantu.
Ghofar yang lulusan arsitektur UI misalnya, memulai langkahnya dengan
menawarkan jasa design and build untuk rumah tinggal pribadi sebelum
berlanjut menjadi pengembang perumahan. Tapi, syarat itu tidak mutlak. Asal berani memulai,
punya komitmen, konsisten, mau belajar, memiliki modal awal dan tidak
tamak, semua orang bisa berhasil dalam bisnis sebagai pengembang
perumahan.
Lihat saja seorang pengembang perumahan – Miftah. Semula ia pemilik
toko bahan bangunan di Depok, Jawa Barat. Dari interaksi dengan
pemborong ia belajar seluk beluk sebagai pengembang perumahan, mekanisme
pembiayaan dan pasarnya. “Dari situ saya merasa bisa
juga jadi pengembang perumahan,” katanya. Lain lagi Ashari, dokter
pemilik Klinik Tawakal, Tangerang-Provinsi Banten, yang mengembangkan
sejumlah perumahan sederhana di Tangerang, Bogor dan Karawang.
Ia terinspirasi menjadi pengembang perumahan (developer)
saat melihat sebuah perumahan tetap laku, kendati lokasinya jauh dari
jalan utama; bangunan, infrastruktur, dan penataan lingkungannya tidak
bagus. “Padahal, saya punya tanah 10 ha di Rajeg, Tangerang, lokasinya
lebih bagus. Kalau saya kembangkan juga, saya yakin akan lebih sukses,“
katanya. Karena sama sekali tak punya pengalaman sebagai pengembang
perumahan maka ia mengajak profesional untuk membantu mengembangkan
tanah itu.
Pengembang Perumahan Skala mungil
Kecuali Ashari seorang pengembang perumahan yang skala
pengembangannya langsung cukup besar (10 ha) karena menerima tanah itu
sebagai pelunasan utang, para pengembang perumahan lain memulai dengan
pengembangan berskala mungil (di bawah 3000 m2) dengan jumlah rumah
kurang dari 10 unit. Meski menggiurkan untungnya mereka sadar properti
adalah bisnis padat modal. Jadi, mereka tidak mau serakah.
Sebagai pengembang perumahan dengan berskala mini risiko bisa
diminimalisir, proses perolehan tanah dan perizinannya juga tidak ruwet.
Di Jakarta misalnya, pengembangan di lahan 5.000 m2 ke bawah tidak
perlu izin lokasi atau SIPPT, cukup IMB layaknya rumah pribadi. Karena
bersifat pribadi kita juga tak usah mendirikan badan usaha untuk
mengembangkannya.
Analisis RAB (rencana anggaran biaya) bangunan dan mencari
pemborongnya juga tidak sulit. Saat dijual sertifikat rumah bisa
langsung hak milik dan tidak dikenai PPN (untuk rumah di bawah 300 m2).
Lokasi tanah pengembang perumahan biasanya juga di dalam kota yang mudah
dicapai dari pusat kegiatan dan fasilitas publik kendati di jalan-jalan
kecil. Dengan berbagai kelebihan itu pemasaran rumah pun menjadi lebih
mudah.
Pada tahap awal modal sebagai pengembang perumahan sepenuhnya dari
kantong sendiri, terutama untuk pembebasan dan pematangan tanah,
legalitas, perizinan, biaya operasional dan gaji. Sedangkan pembangunan
infrastruktur dan rumah bisa dibiayai dari uang muka konsumen, ditambah
cicilan berikutnya atau pencairan dana kredit pemilikan rumah (KPR) yang
didapat konsumen. Beberapa upaya lain bisa dilakukan untuk menghemat
biaya.
Ghofar contohnya, sebagai seorang pengembang perumahan. Karena punya
keahlian mendesain ia tidak perlu membayar biaya desain. Ia juga
berupaya merundingkan pembayaran tanah secara bertahap, atau mengajak
pemilik tanah bermitra mengembangkan tanahnya. Sementara Miftah, karena
memiliki toko bahan bangunan, tahu bagaimana mendapatkan suplai bahan
bangunan dengan biaya murah.
Pengembang perumahan rumah sederhana dan menengah
Supaya pengembang perumahan cepat laku mereka memasarkan tipe rumah
yang sesuai dengan daya beli target pasarnya. Target pasar pun dipilih
yang sudah dikenal baik karakteristiknya. Misalnya, Ghofar dan Miftah
yang sudah lama tinggal di Depok, paham karakteristik penduduknya:
kalangan menengah muslim urban yang bekerja sebagai profesional dan
karyawan. Berdasarkan hal itu keduanya menawarkan rumah-rumah kecil dan
sedang dengan desain bangunan dan lingkungan sesuai selera kalangan
tersebut.
Pemasaran pengembang perumahan juga ditangani sendiri pada mulanya,
dengan mendatangi kerabat, relasi, kenalan, bekas dosen selain memasang
iklan kecil di surat kabar dan internet. “Waktu resepsi pernikahan adik
yang kebetulan bekerja di perusahaan oil and gas, saya membawa brosur,”
kata Ghofar memberi contoh. Respon pasar sangat menggembirakan.
Sementara Ashari, karena tanahnya cukup luas dan berlokasi di pinggiran,
mengembangkannya sebagai rumah sederhana (RS). “Karena pasarnya paling
besar dan dapat subsidi dari pemerintah. Jadi, pasti laku. Di mana lagi
orang bisa beli RS kalau bukan di luar Jakarta,“ katanya. Ia menjajakan
rumahnya secara kolektif kepada para pegawai pabrik dan instansi
pemerintah di sekitar lokasi. Bank dengan senang hati mendukung KPR-nya
karena biaya handling-nya lebih murah.
Menurut Yudi Soebarjadi, Direktur Utama pengembang perumahan PT Bina
Samaktha, developer sejumlah perumahan di Jabodetabek dan sekitarnya,
properti adalah bisnis yang tidak akan merugi selama dikelola dengan
benar. “Semua orang butuh rumah. Jadi, mana bisa rugi?” katanya. Supaya
cepat laku ia menyarankan developer pemula mengasah sense of marketing
dengan antara lain mencoba menempatkan diri sebagai konsumen. Lakukan
juga pengamatan dan riset kecil-kecilan untuk memahami tren dan selera
pasar.
“Dengan cara itu kita tahu apa yang dimaui pasar dan mampu bersaing.
Kita juga bisa menawarkan rumah yang lebih baik dibanding pengembang
perumahan sekelas di sekitarnya,” jelasnya. Penting juga bertindak
terukur, tidak terburu nafsu ingin cepat besar dan kaya. “Kalau kesusu
bisa terjadi cross cash flow (arus kas silang antar-proyek) yang membuat
semua proyek mandek,” ujar Ghofar.
Keberhasilan pertama sebagai pengembang perumahan akan menumbuhkan
rasa percaya diri dan pengalaman. Dari pengalaman itu kita bisa
memperbaiki efisiensi pengembangan berikutnya. Bahkan, pembiayaan bank
sudah bisa dijajaki. Proyek selanjutnya sudah harus ditentukan sekian
bulan sebelum proyek pertama berakhir. Jadi, sebagian pendapatan dari
proyek pertama harus segera dibelikan lokasi baru. Supaya makin sukses
jangan segan belajar terus seluk beluk real estate dan manajemennya dari
buku, kursus, surat kabar, birokrat, banker dan sesama pengembang
perumahan. Semua pengembang perumahan di atas melakukannya.
Melalui Proses sebagai Pengembang Perumahan
Memahami tahapan pengembang perumahan adalah salah satu cara
meringankan kesulitan saat memulai jadi pengembang perumahan. Dengan
pemahaman itu kita bisa membuat perencanaan dan persiapan. Beberapa
tahapan bisa dilakukan simultan. Misalnya, pematangan tanah dapat
dikerjakan bersamaan dengan pengurusan izin lokasi, sertifikat induk dan
IMB. Tapi, ada juga tahapan yang harus dilalui dulu sebelum masuk ke
tahap berikutnya. Misalnya, tidak disarankan memasarkan rumah saat
pembebasan tanah masih berlangsung kendati banyak developer
melakukannya. Juga, berisiko sudah menjual dan membangun padahal
legalitas dan perizinan belum jelas. Berikut tahapan pengembangan sebuah
perumahan tersebut (tanpa memperhitungkan proses pendirian badan usaha
bila pengembangan dilakukan badan usaha):
- Survei lokasi. Cari lokasi dengan akses relatif baik ke pusat
kegiatan dan fasilitas publik. Untuk perumahan berskala mungil di dalam
kota, lokasi di gang pun tak mengapa selagi masih bisa dilalui mobil.
Lokasi pengembangan perumahan yang terlalu jauh dari jalan utama, pusat
kegiatan dan fasilitas publik akan membuat perumahan sulit dipasarkan.
Pastikan juga harga tanahnya kompetitif, cara pembayaran tidak
memberatkan, dan di lokasi ada saluran pembuangan. “Yang terakhir ini
wajib. Kalau nggak jelas mau membuang air ke mana, kita tidak ambil
tanahnya,” kata Ghofar. Lihat juga pasarnya, apakah kalau di situ
dibangun perumahan konsumen yang disasar akan meminatinya? Terakhir,
sebaiknya kualitas air tanah di lokasi cukup memadai, paling tidak untuk
mandi, cuci, kakus.
- Mencek peruntukan tanah lokasi pengembangan perumahan ke dinas tata
kota setempat untuk memastikan lokasi memang bisa untuk perumahan.
Perjelas juga koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien lantai bangunan
(KLB), garis sempadan jalan (GSJ) dan bangunan (GSB)-nya karena akan
mempengaruhi harga jual rumah. Misalnya, kalau KDB-nya hanya 20 persen,
berarti salable area (yang boleh dijual berupa tanah+bangunan) hanya 20
persen dari total lahan.
- Meneliti status dan sertifikat tanah, apakah hak milik, HGB, girik
dan lain-lain? Tanah hak milik dan HGB jelas paling aman tapi harganya
mahal. Karena itu tanah girik atau belum bersertifikat boleh dibeli
karena harganya murah. “Yang penting jelas asal usulnya dan kita mau
mengurus legalitasnya. Kita bisa menelusuri sejarahnya ke sekretaris
desa, lurah dan camat,” kata Ashari.
- Mengajukan izin lokasi pengembangan perumahan ke pemda setempat
untuk membebaskan tanah, membangun, mengelola dan mengalihkan kepada
pihak lain (untuk pengembangan yang memerlukan izin lokasi). Tanah yang
tidak butuh izin lokasi bisa langsung dibeli.
- Membebaskan tanah pengembangan perumahan. Pastikan bertransaksi
langsung dengan pemilik tanah yang sah dan dilakukan di depan PPAT.
Membeli tanah melalui lelang juga bisa jadi alternatif. “Harganya lebih
murah dan clear and clean,” ujar Yudi. Hanya tanah ini harus dibayar
tunai.
- Mengurus sertifikat induk, mematangkan tanah dan memasarkan rumah
secara informal. Tanah perlu segera disertifikatkan atas nama kita atau
badan usaha yang didirikan yang disebut sertifikat induk. Jasa PPAT
kembali bisa digunakan karena mereka biasanya memiliki relasi yang baik
dengan kantor pertanahan. Saat sertifikat induk diproses kita sudah bisa
melakukan pematangan tanah dan memasarkan rumah secara informal.
- Mengajukan permohonan IMB induk disertai site plan (untuk perumahan
yang memerlukan izin lokasi atau SIPPT). Sedangkan untuk perumahan
berskala mini yang tidak perlu izin lokasi, bisa langsung mengajukan
permohonan IMB disertai peta kaveling dan desain rumah. “Perizinan
sebaiknya diurus sendiri supaya biaya bisa ditekan. Walaupun nembak
kalau diurus sendiri kita bisa tawar-menawar. Kita juga tahu
liku-likunya. Pengurusan berikutnya bisa diserahkan sama karyawan,” kata
Ashari.
- Memasarkan rumah. Kalau site plan disetujui dan IMB induk
diterbitkan, pemasaran rumah sudah bisa dimulai secara resmi dengan
menarik tanda jadi dan uang muka. Begitu rumah laku kita langsung
melakukan proses pemecahan sertifikat induk dan IMB induk (pada
perumahan yang memiliki izin lokasi) atas nama pembeli. Sementara
pembeli bisa mengajukan permohonan KPR inden ke bank untuk membiayai
pembelian rumah. Masa inden (menunggu) sejak rumah dipasarkan hingga
serah terima bervariasi tergantung kelas rumah. Untuk RS misalnya, hanya
3 – 4 bulan, sedangkan rumah menengah dan menengah atas antara 6 – 18
bulan.
- Melayani komplain selama masa retensi, yaitu masa garansi rumah yang
berlangsung antara 3 – 6 bulan setelah serah terima (tergantung
kebijakan setiap developer). Jadi, bila terjadi kerusakan seperti bocor,
retak-retak dan lain-lain selama masa itu, pastikan Anda memperbaikinya
secara profesional. (Pada edisi berikutnya akan diuraikan contoh
perhitungan pengembangan sebuah rumah, dan jalan lain menjadi
pengembang).
|
pemaparannya sangat jelas..jadi pengin pengembang..apa bisa ya?
BalasHapusterimakasih
Hapustentu bisa donk. asalkan punya mimpi dan keberanian.
modal kecil tidak menjadi masalah.
semoga sukses
salam admin http://andykasipil.blogspot.com/
wah makasih banyak Bro..semoga informasi ini ladang amal bagimu..berhubung saya sedang belajar jadi developer..kalo ada informasi penting lain bisa di upload lagi ya.. :)
BalasHapussama sama bro. amin. saya hanya ingin berbagi. semoga dengan blog ini bisa saling belajar.
Hapus