¼ L + Ld adalah kode atau angka yang bisa jadi sangat sering dijumpai
pada gambar penulangan atau struktur beton. Mungkin karena saking
seringnya digunakan, hampir semua orang akhirnya menganggap kode
tersebut adalah hal yang benar sehingga mutlak diikuti tanpa pernah
menyelidiki atau mempelajari asal muasal kode tersebut.
Pada hampir setiap gambar perencanaan
struktur yang saya dapatkan, umumnya perencana struktur membagi potongan
elemen struktur dalam dua posisi jarak bentang yaitu pada 0 – ¼ L sisi
kanan dan kiri elemen struktur dan posisi tengah bentang pada ¼ L hingga
¾ L. Kebiasaan perencana struktur ini lambat laun menjadikan suatu
kesimpulan bagi kebanyakan orang bahwa pemutusan tulangan tersebut sudah
menjadi standar. Bahkan pernah terjadi bahwa pengawas menuntut tambahan
20D lagi sehingga menjadi ¼ L + 20D karena menurutnya ¼ L adalah letak
titik momen nol yang harus ditambahkan panjang penyaluran lagi (20D)
agar struktur menjadi aman. Segitunya?
Menarik untuk dihubungkan bahwa pada
suatu struktur sederhana yang terjepit pada kedua ujungnya akan memiliki
momen nol pada jarak 0,205 L atau mendekati 1/5 L dari ujung tepi
tumpuan. Apakah ¼ L tadi ada hubungannya dengan letak momen nol? Apakah
selisih antara 1/5 L dan ¼ L dapat diartikan sebagai penyaluran tulangan
setelah titik dimana momen = 0? Sehingga banyak perencana menentukan pemutusan tulangan pada ¼ L dan bahkan ¼ L + 20D?
Suatu referensi buku yang kebetulan
masih saya simpan karya Bapak Istimawan Dipohusodo yang berjudul
Struktur Beton Bertulang, menyebutkan bahwa pada dasarnya pemutusan
tulangan dapat diakhiri dimana saja asal jumlah tulangan atau struktur
tersebut masih mampu untuk menahan momen yang terjadi (disebut pula
titik pemutusan teoritis) dan tulangan yang diputus harus disalurkan
sedemikian mampu menahan gaya-gaya terutama gaya tarik yang terjadi pada
besi tulangan. Saya pikir kita harus mulai dari sana dulu. Tapi ini
bukan suatu hal yang bersifat final.
Walaupun pada dasarnya tulangan dapat diputus jika sudah tidak diperlukan lagi secara kekuatan, namun ada
hal-hal lain yang harus dipertimbangkan. Sehingga tulangan tidak boleh diputus semuanya. Tulangan harus dipasang menerus sepanjang struktur
(terutama untuk balok). Salah satunya adalah aspek gempa yang
mensyaratkan tulangan yang tersedia dalam jumlah tertentu walaupun tidak
diperlukan dalam perhitungan lentur. Saya melihat ini sebagai aspek
praktis karena akan lebih mudah dalam pelaksanaan apabila jumlah
tulangan tertentu tidak diputus dan dipasang secara menerus. Dalam
peraturan, jumlah luasan tulangan yang harus dipasang menerus adalah
sebesar 1/3 luas tulangan yang diperlukan dalam perhitungan. Disebutkan
pula bahwa tulangan harus diperpanjang sebesar 12 db atau sebesar tinggi
bersih balok dan diambil yang terbesar.
Lalu bagaimana memutus tulangan yang
sejumlah 2/3 luas tulangan yang lain? Ini merupakan pertanyaan kunci
atas penjelasan di atas. Sebagai contoh, kita tinjau elemen struktur
balok. Beberapa praktik pemutusan tulangan atas yang dibuat oleh
beberapa pelaku proyek adalah:
- 1/3 L
- ¼ L + 20D
- ¼ L
- 1/5 L
Mana yang benar? Saya yakin jika
ditanyakan kepada para pelaku konstruksi, maka mereka mayoritas akan
menjawab ¼ L. Yah, ¼ L sebagai pedoman pemutusan tulangan rasanya sudah
mendarah daging. Ada juga yang menambahkannya menjadi 1/4 L + 20D. Mari
kita lihat dan kaji secara teoritis.
Pada dasarnya tulangan dapat diputus dimana saja dengan dua syarat, yaitu luas tulangan yang diputus sudah
tidak diperlukan lagi berdasarkan perhitungan dan tulangan yang diputus
harus ditambahkan panjang penyaluran tertentu. Dengan konsep ini, apakah
pada akhirnya akan bernilai sama dengan 1/3 L, ¼ L + 20D, atau ¼ L atau
bahkan 1/5 L Jawabnya akan sangat bervariatif karena sangat tergantung
dengan kondisi yang ada.
Cara pemutusan tulangan oleh perencana
di atas ternyata sebenarnya hanyalah suatu pendekatan saja dengan tujuan
sebagai pedoman praktis yang cukup aman berdasarkan pengalaman.
Sehingga angka-angka baik 1/3 L, ¼ L + 20D, ¼ L, dan 1/5 L sebaiknya
tidak menjadi pedoman yang kaku dalam pelaksanaan. Angka-angka tersebut
sebenarnya adalah pendekatan praktis agar memudahkan pelaksanaan di
lapangan. Angka-angka tersebut juga sebaiknya tidak dilihat sebagai
suatu kebenaran karena akan menjadikan kita tidak belajar mengenai
filosofi struktur beton bertulang.
Beberapa waktu yang lalu, saya mencoba
untuk menghitung jarak pemutusan tulangan tumpuan balok. Perhitungan
jarak pemutusan tulangan dilakukan dengan cara mengukur jarak momen nol
terhadap tepi balok dan kemudian menambahkan jarak tertentu untuk
keperluan panjang penyaluran dan geser balok sebesar tinggi efektif
balok (d) atau 12 db. Ini tentu dengan menggunakan software ETABS atas
perhitungan struktur gedung tersebut. Dengan mengambil sample satu balok
saja, ternyata prosesnya memang tidak gampang.
Kita harus melihat grafik momen yang
menjadi dasar atau representasi kebutuhan luas tulangan. Momen balok
adalah maksimum di daerah tumpuan dan mengecil ke arah tengah bentang.
Jumlah tulangan rencana ditentukan berdasarkan momen maksimum di
tumpuan.
Memang yang dipahami kebanyakan bahwa L/4 itu adalah seperti yang anda jelaskan, itu jika pada saat beban gravitasi yang bekerja, bentuk diagramnya parabolik dengan peralihan tanda momen diperkirakan sebesar seperempat bentang.
BalasHapusSementara pada saat beban gempa bekerja, maka grafik superposisi momen akan berupa diagram linier dengan perpindahan arah mendekati tengah bentang.
Banyak paradigma salah yang harus diluruskan.
Mencakup juga tentang frekuensi probabilitas beban dominan seperti gempa jika terjadi.