Hi teman - teman,
Perkenalkan , nama saya Andyka Aad Arif Affandy. biasanya dipanggil Andyka atau Aad. Sekarang ini saya sedang menekuni program studi Teknik sipil di Politeknik Negeri Sriwijaya.
Disamping ini adalah salah satu gedung yang terdapat di Politeknik Negeri Sriwijaya.
Politeknik Negeri Sriwijaya, dahulunya
bernama Politeknik Universitas Sriwijaya secara resmi dibuka pada
tanggal 20 September 1982. Pada fase pertama Politeknik hanya mempunyai
2 (dua) Jurusan yaitu Jurusan Teknik Sipil dan Jurusan Teknik Mesin
dengan daya tampung maksimum 576 orang mahasiswa dan dengan sarana
pendidikan, staf pengajar dan kurikulum yang dirakit secara nasional dan
terpusat di Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik PEDC Bandung.
Pada fase kedua tahun 1987 Politeknik
memperluas bidang keteknikan dan melahirkan bidang Tata Niaga. Bidang
keteknikan yang dikembangkan adalah Jurusan Teknik Elektro, Teknik
Elektronika, Teknik Telekomunikasi dan Teknik Kimia Industri sedangkan
bidang tata Niaga terdiri atas Jurusan/Program studi Akuntansi
Kesekretariatan telah dimulai tahun akademik 1986. Kemudian tahun1992
Jurusan Tata Niaga berkembang menjadi dua jurusan yaitu Jurusan
Akuntansi dan Administrasi Niaga. Tenaga ahli bidang keteknikan adalah
dari Swiss Contact sedangkan Tata Niaga dari Australia.
Saya Lahir di Ambarawa, Kota kecil yang menyimpan banyak tempat pariwisata bersejarah di Kabupaten Semarang Provinsi Jawa tengah.
Ambarawa sebuah kota
kecil yang terletak di jalur lintasan antara kota Bawen dan Muntilan di
Jawa Tengah. Mungkin, kota-kota kecil tersebut tak terlalu akrab bagi
masyarakat yang tinggal di luar kota Semarang atau Yogyakarta. Kota
Bawen memang kota kecil. Kota ini merupakan persimpangan jalur kendaraan
dari Semarang menuju Salatiga atau Magelang. Nah, bila kita
berkendaraan dari Semarang menuju Magelang, setelah Bawen kita akan
melewati Ambarawa.
|
Rawa Pening. |
Sedikit
cerita tentang kota berhawa sejuk ini. Ada legenda yang melatarinya,
yakni legenda Rawapening. Rawa ini memang terbentang amat luasnya. Rawa
inilah yang menjadi sebab mengapa kota ini bernama Ambarawa, yang
artinya rawa yang luas (amba=luas; bhs. Jawa). Dan, sampai saat ini
Rawapening tersebut pun masih ada.Berkunjung ke Ambarawa, kita akan
menemukan berbagai obyek wisata menarik. Di sana ada museum kereta api
dengan koleksi kereta tuanya. Atau jika kita bergeser ke daerah wisata
Bandungan, terletak kurang lebih 20 kilometer dari Ambarawa, kita bisa
berkunjung ke lokawisata sejarah Candi Gedong Songo.
Untuk mencapai obyek wisata ini tidaklah sulit. Bila berangkat dari
kota Semarang kita naik bus jurusan Yogyakarta. Begitupun sebaliknya,
bila dari Yogyakarta pilihlah bus ke Semarang. Lalu, turun di kota
Ambarawa. Demikian pula bila menggunakan kendaraan pribadi. Tempuhlah
jalur Semarang-Yogyakarta.
Sesampainya di Ambarawa kita bisa langsung menuju ke Bandungan. Untuk
yang berkendaraan umum tak perlu khawatir. Banyak angkutan pedesaan
yang siap mengantar pelancong ke lokawisata tersebut. Mintalah turun di
pertigaan Poli (toko Pauline). Di sini telah berjejer angkutan pedesaan
tersebut. Namun, angkutan umum itu tak langsung membawa pelancong ke
lokasi candi. Kita turun di pertigaan Gedong Songo. Kemudian perjalanan
ditempuh dengan menggunakan ojek hingga tujuan.
Menjejakkan kaki di pelataran candi anganpun bisa melayang ke sebuah
negeri khayalan. Bagaimana tidak? Kabut putih akan segera menyergap
kita, meskipun kita masih berada di kaki candi. Belum lagi udara dingin
yang menggigilkan sumsum. Kemudian, memandang ke atas akan terlihat
gugusan sembilan candi yang berdiri megah berpencar.
Candi ini memang dibangun berpencar dan tersusun di atas bukit. Satu
bangunan candi berdiri di atas lahan sendiri seluas sekitar 150 X 30
meter persegi. Bangunan candi berurutan. Candi pertama menempati lokasi
paling bawah, kemudian berurutan naik dengan jarak bervariasi antara
candi pertama, kedua dan seterusnya.
Letak candi tidak berdiri berurutan seperti anak tangga. Antara
bangunan yang satu dengan yang lain terkadang berada dalam arah yang
berbeda. Tapi, yang pasti, urutannya selalu naik ke atas. Otomatis, kita
akan berjalan melingkar-lingkar jika hendak mencapai bangunan candi
berikut. Sekadar saran, bila anda ingin mendaki menikmati keindahan
sembilan candi ini baiknya anda mengambil jalan ke kiri setelah melewati
gerbang lokawisata. Memang tak ada aturan untuk itu. Namun, dengan
demikian pendakian menuju candi berikut akan terus berurutan.
|
Salah Satu Candi Gedong Songo |
Semakin tinggi kita mendaki matapun
takkan lelah memandang. Di kanan-kiri jalan setapak, yang mulus diberi
paving block, terlihat pemandangan alam yang indah. Pepohonan pinus
terlihat menjulang di kejauhan dengan pucuknya yang seolah hendak
menusuk awan-gemawan. Makin ke atas udara makin dingin namun sangat
menyegarkan. Kabutpun terus melingkar-lingkar di sekitar kita.
Menapaki bangunan candi dari urutan pertama hingga sembilan memberi
kesan tersendiri di hati. Jalan yang mendaki berkelok, bangunan candi
yang kokoh berdiri di ketinggian, udara yang sejuk, kabut tipis yang
selalu melayang memberi kenangan eksotis yang tak terlupakan.
Candi ini dinamakan Gedong Songo karena
memang terdiri dari sembilan bangunan candi. Dalam bahasa Jawa, Gedong
berarti bangunan dan Songo artinya sembilan. Dan, sesuai dengan
urutannya candi ke sembilan berdiri anggun di puncak bukit.
Konon bangunan candi yang ke sembilan ini melambangkan perjalanan
akhir manusia mencapai kesempurnaannya. Bentuk bangunan candi bercirikan
bangunan dari kerajaan Hindu Nusantara. Di mana setiap bangunan
memiliki ruangan untuk tempat pemujaan.
Selain bangunan candi, ada obyek lain yang ditawarkan lokawista ini,
yakni sumber air panas belerang. Menjelang puncak bukit terdapat
beberapa titik sumber air panas yang berbentuk kolam-kolam kecil.
Pengunjung bisa istirahat di sini, sambil menikmati pemandangan
sekitarnya yang hijau dan dingin basah.
Tidak hanya itu,
Kota yang berada sekitar 95Km dari kota Semarang ini memiliki udara yang
begitu sejuk. Kesejukan ini mungkin dikarenakan Ambarawa berada di
sekeliling perbukitan dan pegunungan. Ambarawa memang salah satu kota
bersejarah dalam perjuangan merebut kemerdekaan, ada peristiwa penting
sejarah yang tercatat dalam dokumen nasional pertempuran itu sering
dikenal dengan peristiwa Palagan Ambarawa. Untuk menghormati perjuangan
para Pahlawan tersebut maka dibangunlah Monomen dan Museum Palagan
Ambarawa. Disetiap akhir pekan dan hari libur Monomen dan Museum Palagan
Ambarawa ini banyak dikunjungi oleh para wisatawan domestik yang
umumnya berasal dari luar kota.
|
Monumen PALAGAN |
Selain Monomen Palagan, di Ambarawa juga terdapat Museum Kereta Api.
Jaraknya kira-kira 2Km dari Monumen Palagan, di museum ini kita bisa
melihat dan belajar tentang perkembangan perkeretaapian di Indonesia.
Tidak hanya itu, kita bisa berwisata menikmati alam dan kesejukan udara
di Kota Ambarawa dengan melakukan perjalanan menggunakan Lokomotif Tua
Peninggalan Pemerintahan Kolonial. Perjalanan ini akan melewati area
persawahan dan perbukitan antara Ambarawa-Bedono. Jika kondosi keuangan
mepet kita dapat memilih perjalanan menggunakan Lori menuju Stasiun
Tuntang perjalanan ini akan melewati area persawahan dan Rawa Pening.
|
Salah satu Koleksi Lokomotif Tua di Musium KA Ambarawa |
Tak jauh dari museum Kereta Api kita dapat melihat Monomun dan Lapangan
Jendral Besar Sudirman. Monumen ini dibangun untuk memperingati
perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah yang dipimpin oleh Jendral
Sudirman, selain itu monumen ini dibangun untuk memperingati hari Juang
Kartika yang dirayakan setiap tanggal 15 Desember.
|
Patung Jenderal Besar Sudirman di Lapangan Jenderal Sudirman |
Itulah sedikit tentang aku dan kota kelahiran aku Ambarawa yang tidak mungkin aku lupakan walaupun sekarang aku berada di Kota Palembang, sebuah kota besar yang berada di Provinsi Sumatera selatan.