Sabtu, 15 Oktober 2011

Karya Ilmiah Meminimalisir Pemanasan Global dengan Atap Hijau




BAB I
PENDAHULUAN


1.1.      Latar Belakang
Memasuki peradaban yang modern saat ini, kemajuan teknologi di berbagai bidang menunjukkan prospek yang mengagumkan. Para ahli dari jaman dulu berlomba-lomba mencari dan menciptakan hal yang baru demi memudahkan kerja manusia. Alhasil, sekarang manusia tidak lagi terhalang dengan batas ruang dan waktu. Manusia telah merubah cara kerja yang dulu konvensional sekarang menjadi modern. Industri-industri dari yang kecil hingga yang berskala besar beroprasi setiap harinya. Hal ini tentu menjadi salah satu pemicu terjadinya pemanasan global yang menjadi pembicaraan hangat belakangan ini.
Salah satu dampak revolusi industri yang telah terjadi dan masih terus berlanjut pada masa sekarang dalam kehidupan dan peradaban manusia adalah dampaknya bagi lingkungan yang ada di sekitar manusia itu sendiri. Ekspansi usaha yang dilakukan oleh para pelaku industri seperti pembangunan pabrik-pabrik dan pembuatan produksi dengan kapasitas besar dengan mengesampingkan perhatian terhadap dampaknya bagi lingkungan secara perlahan namun pasti telah mengakibatkan kelalaian yang pada akhirnya akan merugikan lingkungan tempat tinggal manusia serta manusia dan kehidupannya.
Berbagai permasalahan lingkungan global dan isu keberlanjutan (sustainabilityissue) yang dalam dua dekade terakhir marak dibicarakan dalam forum-forum internasional telah berimplikasi luas dalam banyak bidang kehidupan, tak terkecualibagi paradigma pembangunan kota (Roychansyah, 2006). Negara-negara maju seperti Amerika, Jepang, Korea, dan negara Skandinavia di kawasan Eropa telah melakukan pembangunan kota dengan menitik beratkan pada aspek keberlanjutan (sustainability)
sejak dua dasawarsa terakhir. Saat ini telah berkembang banyak paradigma dan model pembangunan kota yang menghendaki terciptanya kota berkelanjutan (sustainable city).Beberapa diantaranya adalah paradigma kota kompak (compact city), kota sehat(healthy city), dan  kota ekologis atau kota hijau (green city). Tampak di sini bahwa ketiga paradigma tersebut menghendaki substansi keberlanjutan sebagai suatu landasan ideal  bagi pembangunan kota saat ini dan masa mendatang.
Lahan  hijau yang semula sebagai cadangan air dan penangkal polusi kini telah beralih fungsi. Lahan hijau yang dahulu hutan pepohonan kini telah berubah menjadi belantara beton yang dianggap menjadi kemajuan suatu kota. Berbagai ekosistem yang bergantung dengan  pepohonan harus mulai mencari tempat baru atau lebih parahnya punah karena alih fungsi lahan.
Perlu adanya tindakan  nyata yang dilakukan manusia demi meminimalisir dampak pemanasan global bagi bumi. Jika terus dibiarkan bukan tidak mungkin akan memusnahkan ekosistem yang hidup dipermukaan bumi ini. Perlu adanya kesadaran dari setiap individu guna meminimalisir pemanasan global yang lambat laun namun pasti akan berdampak buruk bagi lingkungan. Lakukan perubahan kecil karena dimulai dari kecillah perubahan besar akan terwujud.

1.2.      Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, didapat bahwa pemansan global tidak dapat dihindari lagi karena lahan hijau telah beralih fungsi. Didapat sebuah pertanyaan besar “Bagaimana cara meminimalisir pemanasan global dengan cara memanfaatkan atap bangunan sebagai lahan hijau?” Tulisan inilah jawaban yang dianggap penulis tepat untuk pertanyaan tersebut. Langkah-langkah yang akan dibahas dalam tulisan ini guna menjadi solusi yang tepat, antara lain:

1.3.      Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dan manfaat yang diharapkan dari upaya-upaya yang dilakukan dalam meminimalisir pemanasan global dalam tulisan ini, antara lain:
1.      Meminimalisir dampak pemanasan global tehadap bumi
2.      Menjadikan habitat bagi ekosistem burung
3.      Mengurangi polusi udara di perkotaan
4.      Meningkatkan isolasi hidro dan termal bangunan
5.      Menjadikan sumber oksigen dan udara segar di perkotaan




BAB II
TELAAH PUSTAKA


2.1.     Pengertian Pemanasan Global
Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan Bumi. Temperatur rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.18 °C selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)  menyimpulkan bahwa, “sebagian besar peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan abad  ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca.
Meningkatnya temperatur global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya muka air laut, meningkatnya intensitas kejadian cuaca yang ekstrim dan lain-lain. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser dan punahnya berbagai jenis hewan. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.
2.2.    Penyebab Terjadinya Pemanasan Global
Banyak sekali faktor yang memicu atau menjadi penyebab pemanasan global. Tentu semua itu tidak lepas karena perilaku manusia yang kurang memandang efek negatif terhadap lingkungan
2.2.1.      Efek Rumah Kaca
Segala sumber energi yang terdapat di planet Bumi bersumber dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut dalam bentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini mengenai permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini sebagai radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbondioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat. Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana kaca dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya. Sebenarnya, efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi, akibat jumlah gas-gas tersebut telah berlebih di atmosfer, pemanasan global menjadi akibatnya.     
    
2.2.2.      Efek Umpan Balik
Efek-efek dari agen penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara hingga tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara,kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan balik ini hanya dapat dibalikkan secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.
Efek-efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan radiasi infra merah balik ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat

Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es.Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersama dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
2.2.3.      Berkurangnya Lahan Hijau
Lahan hijau di daerah perkotaan sangat dibutuhkan. Lahan hijau dapat menyimpan cadangan air, menjadi habitat ekosistem berbagai macam hewan, mengurangi polusi udara, mendinginkan suhu lingkungan, sumber oksigen bagi manusia dan lain sebagainya. Namun, semakin berkembangnya jaman. Lahan hijau mulai berubah menjadi lahan bisnis seperti menjadi daerah perkantoran, perumahan, pertokoan, perindustrian dan lain sebagainya. Hal ini jelas akan membawa dampak buruk bagi makhluk hidup didaerah tersebut.
Menurut media cetak (Kompas 7 Oktober 2007) DKI Jakarta dengan lahan seluas 66.126 hektar dan ruang hijau 9 persen atau 5.951 hektar, perlu membebaskan sekitar 13.000 hektar lahan bila ingin memenuhi patokan lazim 30 persen lahan terbuka hijau. Tidak jauh berbeda dengan di Jepang, sejak abad ke 17 sifat “lapar lahan” dalam praktek hal mengkonsumsi lahan perkotaan membuat Jepang mengalami masalah yang sama seperti yang dihadapi Jakarta.

2.3.    Dampak Pemanasan Global
Dampak dari pemanasan global ini tentu telah berdampak buruk bagi kelangsungan hidup manusi. Perubahan musim yang tidak menentu, suhu udara yang meningkat merupakan dampak kecil dari pemanasan global. Tidak hanya manusia yang menjadi korban dari pemanasan global namun sudah pasti hewan dan tumbuhan terkena imbasnya.
2.3.1.      Cuaca
Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat. Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.
2.3.2.      Tinggi Muka Laut
Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi. Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 – 25 cm (4 – 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 – 35 inchi) pada abad ke-21. Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.
2.3.3.      Pertanian
Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.
2.3.4.      Ekosistem Hewan dan Tumbuhan
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.
2.3.5.      Kesehatan Manusia
Di dunia yang hangat, para ilmuan memprediksi bahwa lebih banyak orang yang terkena penyakit atau meninggal karena stress panas. Wabah penyakit yang biasa ditemukan di daerah tropis, seperti penyakit yang diakibatkan nyamuk dan hewan pembawa penyakit lainnya, akan semakin meluas karena mereka dapat berpindah ke daerah yang sebelumnya terlalu dingin bagi mereka. Saat ini, 45 persen penduduk dunia tinggal di daerah di mana mereka dapat tergigit oleh nyamuk pembawa parasit malaria; persentase itu akan meningkat menjadi 60 persen jika temperature meningkat. Penyakit-penyakit tropis lainnya juga dapat menyebar seperti malaria, seperti demam dengue, demam kuning, dan encephalitis. Para ilmuan juga memprediksi meningkatnya insiden alergi dan penyakit pernafasan karena udara yang lebih hangat akan memperbanyak polutan, spora mold dan serbuk sari.




BAB III
METODE PENULISAN


Kegiatan kajian literatur dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan informasi tentang penyebab pemanasan global, dampak pemanasan global dan upaya-upaya yang telah dilakukan dalam meminimalisir pemanasan global. Selain kajian literatur, dilakukan juga kegiatan survei bangunan-bangunan bertingkat dan beberapa cara meminimalisir pemanasan global di kota Palembang.
Dari kegiatan tersebut, diperoleh data tentang penyebab-penyebab terjadinya pemanasan global, Upaya yang telah dilakukan dan desain bangunan yang ramah lingkungan di Indonesia. Hasil kajian literatur tersebut menjadi dasar dalam meminimalisir pemanasan global dengan cara memanfaatkan atap bangunan sebagai lahan hijau.
Kajian dilakukan secara nasional dengan lebih memfokuskan pada beberapa kota sebagai kajian utama, yaitu:
  1. Palembang (Sumatera Selatan), kota tempat penulis berdomisili.
  2. DKI Jakarta, ibukota Indonesia namun menjadi salah satu kota yang banyak menyumbang efek rumah kaca.



BAB IV
ANALISIS DAN SINTESIS


Banyak upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam menanggulangi pemanasan global. Berbagai aspek menjadi landasan dalam perencanan-perencanaan tersebut. Tapi semua usaha tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Karena selama ini, pemerintah hanya memikirkan pemecahan masalah dengan cara menanam pohon di lahan yang sudah gundul saja seperti pada program one man one tree. Namun program ini tidak akan berjalan baik dalam mengatasi pemanasan global jika lhan di perkotaan kian sempit.  Maka diperlukan terobosan baru guna menghijaukan perkotaan tanpa memerlukan lahan yang luas.

4.1.      Sejarah Atap Hijau (Green Roof)
Atap hijau didasari pada kepentingan untuk meningkatkan pembangunan yang peduli lingkungan, dan juga merupakan sebuah upaya menghijaukan bagian atap bangunan adalah sebuah solusi logis bagi kompetisi penggunaan ruang. Menurut beberapa catatan, Teknologi atap hijau sudah dikembangkan sejak tahun 600 SM oleh kerajaan Mesopotamia (Raja Nabuchadnezzar II) yang mengembangkan rangkaian teras bersusun yang ditanami pepohonan, semak – semak, rerumputan dan tanaman anggur yang menggantung hingga ujung teras.  Disebut dengan Taman gantung dari Babylon, satu dari situs tujuh keajaiban dunia dari peradaban kuno.
Pengembangan taman atap modern (roof garden atau green roof) merupakan fenomena yang relatif baru. Teknologi taman atap pertama kali dikembangkan di Jerman pada tahun 1980-an yang selanjutnya menyebar ke berbagai negara Eropa lainnya seperti Swiss, Belanda, Austria Inggris, Italia, Perancis, dan Swedia (www.efbgreenroof.eu). Bahkan saat ini diperkirakan 10% dari semua bangunan yang ada di Jerman telah memiliki taman atap. Selain Jerman, Austria (kota Linz) telah mengembangkan proyek taman atap sejak tahun 1983, demikian juga dengan Swiss yang mulai intensif mengembangkan taman atap sejak tahun 1990. Di Inggris, pemerintah kota London dan Sheffield bahkan telah membuat kebijakan khusus mengenai pengembangan taman atap. Pengembangan taman atap juga populer di Amerika meskipun tidak seintensif di Eropa. Di Amerika konsep taman atap pertama kali dikembangkan di Chicago, kemudian menjadi populer di Atlanta, Portland, Washington, dan New York (Wikipedia, 2008).
Beberapa negara di Asia seperti Jepang, Korea, Hongkong, China, dan Singapura merupakan penggiat dalam proyek-proyek taman atap. Beberapa contoh proyek pengembangan taman atap yang sukses adalah Flying Green Project (Tokyo dan Hong Kong), Skyrise Greening Project (Singapura), Ecoroof Project (Berlin), Green Roof Project (New York dan Washington) (Joga,2008).
Keberadaan taman atap, khususnya di kota-kota besar (metropolis) memiliki peran penting seperti halnya ruang hijau lainnya. Ancaman terhadap eksistensi RTH akibat pembangunan infrastruktur-infrastruktur kota dapat diimbangi atau dikompensasi dengan mengembangkan taman atap.

4.2. Jenis – Jenis Atap Hijau (Green Roof)
Atap hijau atau taman atap dibedakan menjadi tiga jenis yaitu
     4.2.1.                Taman Atap Ekstensif (Extensive Green Roof)
Taman atap jenis ini membutuhkan biaya perawatan yang cukup murah, media tanam (tanah) yang dangkal, dan tanaman yang digunakan adalah tanaman hias ringan. Taman atap ini mempunyai skala bangunan yang ringan dan sempit sehingga banyak digunakan pada bagian rumah yang tidak terlalu luas seperti garasi, atap rumah, teras, atau dinding.
      4.2.2.                Taman Atap Semi Ekstensif (Semi-Extensive Green Roof)
Taman atap ini mempunyai kedalaman media tanam (tanah) yang lebih dibandingkan taman atap ekstensif, mampu menampung sejumlah besar jenis tanaman dan lebih dekoratif. Taman atap ini membutuhkan struktur bangunan yang lebih kuat dan berat. Untuk itu diperlukan perencanaan yang tepat untuk membangun taman jenis ini.
      4.2.3.                Taman Atap Intensif (Intensive Green Roof)
Taman atap ini mempunyai ukuran yang luas dengan struktur bangunan yang besar dan kuat, mampu menampung berbagai jenis tanaman baik kecil maupun besar (pohon). Taman atap jenis ini banyak digunakan pada bangunan-bangunan besar (pencakar langit) serta dapat dimanfaatkan sebagai sarana rekreasi.
Di kawasan perkotaan yang sebagian besar ruangnya dipenuhi dengan bangunan-bangunan besar (pencakar langit), memiliki potensi besar untuk dikembangkan taman atap (roof garden). Aplikasi taman atap saat ini telah berkembang luas, tidak hanya terbatas pada gedung-gedung pencakar langit melainkan dapat dikembangkan pada bangunan rumah sekalipun. Aplikasi taman atap dapat dilakukan di kawasan perkotaan (urban areas), yaitu pada gedung-gedung perkantoran, mall, hotel, apartemen, atau rumah susun; di kawasan atau kompleks perumahan (residential); di kawasan industri seperti pada pabrik-pabrik; dan di tempat-tempat lainnya seperti taman hiburan (rekreasi), museum, sekolah, universitas, rumah sakit, airport, stasiun, perpustakaan, dan lain sebagainya
4.3. Teknik Pembuatan
Sebuah taman atap adalah pilihan ideal untuk berkebun jika Anda tinggal di tempat yang sepi dari halaman, seperti bangunan tinggi, kondominium, loteng atau kompleks apartemen. Sebuah taman atap dapat meningkatkan kualitas udara dan mengurangi CO2 (karbon dioksida) emisi, keterlambatan badai limpasan air, habitat bagi burung meningkatkan dan melindungi bangunan.
Sebelum membuat taman di atas gedung, pertimbangkan dulu konstruksi atap bangunan. Apakah memang didesain untuk mendukung beban media tanam berupa tanah dan pepohonan yang akanditanam di atasnya atau tidak. Pasalnya, taman diatas atap (roof garden) harus didukungstruktur dan konstruksi atap yang kuat.Keberadaan taman diatas atap (roof garden) akan menimbulkan bertambahnya beban. Timbunan tanah dan tanaman akan menambah beban mati, beban angin, dan tambahan beban air pada atap bangunan. Gedung tersebut harus memiliki sistem drainase yang berfungsi baik.Jika jenis tanaman perdu yang akan ditanam, dia memperhitungkan beban atap akan bertambah sekitar 650 Kg/m2. Ditambah lagi untuk beban hidup sesuai aktivitas pada taman atap itu. Misalnya, 400 Kg/m2 untuk olahraga, 500 Kg/m2 untuk pesta dan dansa, serta 250 Kg/m2 untuk restoran.Untuk menanam pohon berukuran besar, pelat lantai lokasi harus didukung kolom struktural agar pelat beton tidak runtuh. Selain itu, perlu dibuat dinding penahan tanah karena pohonmemerlukan ketebalan tanah yang cukup, atau membuat lubang pada atap bangunan, di bawah pohon.Konstruksi atap rawan kebocoran, sehingga harus dilengkapi saluran pembuangan air.Lapisandrainase seperti kerikil, pasir, dan batu apung perlu ditambahkan agar air mudah mengalir kelubang saluran pembuangan. Filter terbuat dari geo textile atau ijuk berfungsi mengalirkanair ke bawah tetapi menahan butiran tanah agar tidak menyumbat lubang pembuangan.Untuk mencegah kerusakan lapisan kedap air (water proof layer), lapisan penahan harus ditambah agar akar tanaman tidak merusak lapisan kedap air dan beton di bawahnya.Karena tanaman diatas atap terkena sinar matahari secara langsung dan tiupan angin yang lebih kencang, penyiraman harus dilakukan secara berkala. Sehingga perlu penyemprotan air bisa dilakukan secara manual atau otomatis.Untuk media tanam, formulanya harus ringan namun memiliki kemampuan menyediakan zat hara dan kelembaban. Misalnya, dengan mencampurkan pasir dengan serutan kayu ditambah lapisan kulit pinus serta pupuk. Kedalaman media tanam untuk rumput membutuhkan 20 sampai 30 sentimeter,begitu juga tanaman penutup. Sementara itu, semak dan pohon kecil membutuhkan kedalaman 60-105 sentimeter. Pohon besar perlu kedalaman hampir 2 meter.
Berikut ini yang perlu di perhatikan dalam membuat atap hijau adalah :
a.      Waterproofing    
Terapkan waterproofing ke daerah-daerah penanaman untuk mencegah air dan akar dari merusak atap. Tambah lapisan dasar, atap membran (liner kolam atau liner butil), filter lembar, selimut lapisan kelembaban dan drainase ke permukaan waterproofing yang ada untuk memberikan suara. Biarkan lembaran untuk di overlap satu sama lain untuk mencegah kebocoran. Periksa bahwa drainase atap Anda bekerja dengan benar untuk memastikan bahwa ia tidak memiliki sandal bakiak. Sebuah drainase tersumbat dapat menyebabkan air meluap, yang dapat merusak atap Anda.
b.      Mempersiapkan Penanaman Daerah
Buatlah tempat tidur Anda tanam dengan les atau framing; ini akan menjaga tanah dari membasuh selama hujan lebat. Membangun tanam tempat tidur dengan bingkai yang minimal 4 inci lebih tinggi dari lapisan atas tanah. Misalnya, jika Anda menambahkan 20 inci tanah, frame harus 24 inci tinggi. Gunakan tempat tidur untuk menanam tanaman yang lebih kecil seperti sayuran dan bunga-bunga yang tidak tumbuh besar, akar invasif. Menggunakan wadah seperti pot dan perkebunan sangat ideal untuk pohon dan tanaman dengan akar lebih besar atau invasif. Tambahkan windbreaks tahan lama terbuat dari pagar dan teralis untuk mencegah angin kuat dari merusak tanaman.
c.       Menambahkan Irigasi
Memasang sistem penyimpanan air atau sistem penyiraman air otomatis untuk membuat taman atap Anda lebih mudah. Memilih sistem irigasi tetes bukan alat penyiram untuk membantu menyelamatkan air dengan membatasi aliran air. Cara lain untuk menghemat waktu dan uang adalah dengan membuat reservoir air untuk mengumpulkan air hujan.
d.      Pemilihan Tanaman
Pilih tanaman yang dapat menahan unsur-unsur kasar. Kekeringan tanaman-toleran sangat ideal untuk berkebun atap karena mereka dapat bertahan lama tanpa penyiraman setiap hari. taman atap memiliki risiko yang lebih tinggi lagi dengan sinar matahari langsung dari kebun atap rendah, sehingga tanaman memilih yang akan menoleransi panas ekstrem adalah dianjurkan. Untuk atap dikelilingi oleh bangunan tinggi yang menghalangi sebagian besar sinar matahari langsung, tanaman naungan cinta yang lebih baik. Lumut, sedum, rumput hias, bunga liar, pohon-pohon palem, bambu dan agaves adalah contoh tanaman yang baik di atas atap. Untuk atap bertingkat tinggi, tanaman yang tumbuh di dataran tinggi seperti sumac, juniper semak, aster dan Yarrow akan melakukannya dengan baik.
Memperhatikan tanaman yang digunakan diatap hijau. Mereka harus noninvasif dan tanaman asli. Dan mereka harus tahan kekeringan dan tahan angin. Mencari nasihat seorang ahli isu ini penting. Selama bulan pertama (atau bahkan bertahun-tahun) tanaman mungkin menuntut perawatan khusus, dan akses kepada mereka harus pratinjau. Seperti yang diharapkan, jenis tanaman menuntut jenis tanah dan kedalaman yang memadai. Ketika memilih jenis tanaman dan beberapa lapisan atap hijau, mempertimbangkan kemiringan atap (atap hijau permintaan atap datar atau atap miring rendah), sistem irigasi, prevalensi angin atau kekuatan atap balok.
 
 
4.4.  Manfaat Atap Hijau
Atap taman menggabungkan ekosistem-mikro dari taman ke dalam struktur atap sebuah bangunan. Sebuah taman, lengkap dengan media tumbuh dan sistem penyediaan air, diintegrasikan ke dalam sistem atap untuk menciptakan sebuah ruang organik yang mendukung bunga, rumput, tumbuh-tumbuhan dan sayuran. Taman atap manfaat lingkungan dan sangat bermanfaat dalam lanskap perkotaan.
a.       Kontrol suhu lokal 
Beton, baja dan kaca membuat sebagian besar pemandangan perkotaan. Bahan-bahan menarik dan mempertahankan panas dan di kota-kota padat dibangun, ini menciptakan apa yang dikenal sebagai efek pulau panas perkotaan. Suhu lebih tinggi di kota daripada di daerah-daerah terpencil. Kelompok-kelompok di atas atap bangunan taman kota mengurangi suhu tersebut. Melalui proses transpirasi, tanaman mendinginkan udara sekitarnya. Mereka menyerap panas, dan melepaskan udara dingin, sehingga mengurangi suhu lokal.
b.      Kontrol suhu interior 
Atap kebun juga mengurangi suhu interior bangunan di mana mereka berada. Tanaman dan sekitarnya berkembang menengah, seperti tanah, menyerap panas dan menggunakannya dalam sistem-eko lokal yang kebun. Atap bangunan bukan lagi wadah menjebak panas yang memindahkan panas ke pedalaman. Sekarang taman sinar matahari-pengolahan yang menggunakan panas membuat tanaman tumbuh.
c.       Habitat
Atap hijau atau taman atap  menyediakan makanan dan tempat tinggal bagi serangga lokal, burung dan kupu-kupu. Taman atap, taman atap perkotaan khususnya, tidak hanya menyediakan kebutuhan ini, tetapi juga menarik bentuk-bentuk kehidupan lingkungan yang dinyatakan akan membuktikan bermusuhan. Tanpa makanan organik lokal dan tempat tinggal, lingkungan makhluk ini menguntungkan baik mencari habitat baru atau mati. Kota-kota menggantikan satwa liar, sehingga mengganggu eko-sistem lokal. Atap kebun sebagian mengurangi perpindahan itu.
d.      Kualitas udara
Kepadatan kota, dalam hal orang, bangunan dan sarana transpor, menciptakan awan terkonsentrasi dari polusi. Kerja dengan berbagai metode yang diperlukan untuk mengurangi polusi lokal. Taman atap adalah salah satu dari metode ini. Tanaman menghasilkan oksigen dan menghilangkan karbon dioksida dari udara. Elevasi atap taman adalah menguntungkan dalam kelompok ini taman di dalam lingkungan perkotaan dapat bertindak sebagai "scrubber" untuk membersihkan udara lokal. Sementara taman atap saja tidak dapat menghapus semua polutan, kehadiran mereka dalam jumlah besar akan membuktikan manfaat ketika diambil dalam kaitan dengan langkah-langkah mengurangi polusi lainnya.

e.       Nilai properti
Teknologi atap Garden mahal, tapi keuntungan pemilik bangunan komersial dari insentif pajak serta nilai jual kembali dari instalasi taman atap. Sebagai trend untuk pergi hijau menjadi terintegrasi ke kode bangunan lokal dan insentif pajak menjadi lebih umum, bangunan sudah dilengkapi dengan taman atap membuktikan dijual di pasar, menarik pembeli teliti bersedia membayar untuk bangunan ramah lingkungan. 

4.5. Penerapan Atap Hijau di Indonesia
Atap Hijau (Green roof)  memiliki banyak manfaat untuk mengurangi dampak negatif pemanasan global. Sesungguhnya, atap hijau merupakan alternatif  yang baik bagi orang yang akan membangun suatu rumah atau gedung untuk ikut berkontribusi meredam efek pemanasan global. Sayangnya, teknologi ini masih belum banyak diketahui oleh masyarakat Indonesia, padahal Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk 5 besar negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Bayangkan saja jika seluruh rumah dan gedung di Indonesia menerapkan teknologi atap hijau, betapa besarnya kontribusi bangsa kita untuk menyelamatkan dunia dari efek negatif pemanasan global.
Terdapat dua kendala utama penerapan teknologi atap hijau (green roof)  di Indonesia, yaitu:
a.       Terbatasnya jumlah tenaga ahli di Indonesia yang mampu melakukan instalasi atap hijau. Kendala ini juga didukung dengan masih terbatasnya pengetahuan sebagian besar masyarakat Indonesia tentang teknologi atap hijau.
b.       penduduk Indonesia sebagian besar merupakan masyarakat menengah ke bawah, sehingga kondisi keuangan sebagian besar masyarakat Indonesia tidak dapat menyanggupi instalasi atap hijau apalagi ditambah dengan biaya pemeliharaan atap hijau yang terus menerus. Kondisi keuangan tersebut diperparah dengan keadaan Indonesia yang merupakan negara rawan gempa karena posisi Indonesia berada di jalur pegunungan sirkum pasisfik, di mana masih banyak terdapat gunung berapi yang masih aktif. Keadaan alam Indonesia tersebut menyebabkan biaya instalasi atap hijau semakin mahal, sebab teknologi pondasi bangunan dan atap harus lebih banyak pertimbangan dan menggunakan teknik-teknik khusus.    




BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


5.1.    Kesimpulan
1.      Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan Bumi.
2.      Faktor-faktor penyebab pemanasan global, antara lain:
a.       Efek rumah kaca
b.      Efek umpan balik
c.       Variasi matahari
d.      Berkurangnya lahan hijau
3.      Kesadaran masyarakat yang peka terhadap lingkungan sangat diperlukan. Mulailah dari yang sederhana yaitu memanfaatkan atap bangunan sebagai lahan hijau guna meminimalisir pemanasan global.

5.2.      Rekomendasi
1.      Diperlukan adanya perencanaan dari ahli struktur bangunan sebelum membuat atap hijau.
2.      Gedung-gedung pencakar langit di kota-kota besar seharusnya menerapkan teknik atap hijau.





Karya ilmiah ini dibuat oleh saudara Andyka Aad Arif Affandy Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang dalam mengikuti lomba Pemilihan Mahasiswa Berprestasi (MAWAPRES) Politeknik Negeri Sriwijaya tahun 2011.
Format penyusunan isi karya ilmiah dalam posting ini sepenuhnya dibuat oleh admin andykasipil.blogspot.com. Kami juga menyertakan file karya ilmiah ini dalam bentuk format PDF. Untuk mendownloadnya silahkan klik kata download di bawah ini


DOWNLOAD


password : andykasipil.blogspot.com

2 komentar:

  1. Terima kasih mas Andyka,
    semoga semua kebaikan anda ini sebagai ibadah dan menjadikan ladang amal dimata Allah, amin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. amin. terimakasih kembali.
      semoga ini bisa bermanfaat dan menambah pengetahuan kita

      salam
      admin andykasipil.blogspot.com

      Hapus