Senin, 17 Oktober 2011

Sekilas Tentang Saya

Hi teman - teman,

Perkenalkan , nama saya Andyka Aad Arif Affandy. biasanya dipanggil Andyka atau Aad. Sekarang ini saya sedang menekuni program studi Teknik sipil di Politeknik Negeri Sriwijaya.

 Disamping ini adalah salah satu gedung yang terdapat di Politeknik Negeri Sriwijaya. 
        Politeknik Negeri Sriwijaya, dahulunya bernama Politeknik Universitas Sriwijaya secara resmi dibuka pada tanggal 20 September 1982.  Pada fase pertama Politeknik hanya mempunyai 2 (dua) Jurusan yaitu Jurusan Teknik Sipil dan Jurusan Teknik Mesin  dengan daya tampung maksimum 576 orang mahasiswa dan dengan sarana pendidikan, staf pengajar dan kurikulum yang dirakit secara nasional dan terpusat di Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik PEDC Bandung.
           Pada fase kedua tahun 1987 Politeknik memperluas bidang keteknikan dan melahirkan bidang Tata Niaga. Bidang keteknikan yang dikembangkan adalah Jurusan Teknik Elektro, Teknik Elektronika, Teknik Telekomunikasi dan Teknik Kimia Industri sedangkan bidang tata Niaga terdiri atas Jurusan/Program studi Akuntansi Kesekretariatan telah dimulai tahun akademik 1986. Kemudian tahun1992 Jurusan Tata Niaga berkembang menjadi dua jurusan yaitu Jurusan Akuntansi dan Administrasi Niaga. Tenaga ahli bidang keteknikan adalah dari Swiss Contact sedangkan Tata Niaga dari Australia.


Saya Lahir di Ambarawa, Kota kecil yang menyimpan banyak tempat pariwisata bersejarah di Kabupaten Semarang Provinsi Jawa tengah.
Ambarawa sebuah kota kecil yang terletak di jalur lintasan antara kota Bawen dan Muntilan di Jawa Tengah. Mungkin, kota-kota kecil tersebut tak terlalu akrab bagi masyarakat yang tinggal di luar kota Semarang atau Yogyakarta. Kota Bawen memang kota kecil. Kota ini merupakan persimpangan jalur kendaraan dari Semarang menuju Salatiga atau Magelang. Nah, bila kita berkendaraan dari Semarang menuju Magelang, setelah Bawen kita akan melewati Ambarawa.
Rawa Pening.

Sedikit cerita tentang kota berhawa sejuk ini. Ada legenda yang melatarinya, yakni legenda Rawapening. Rawa ini memang terbentang amat luasnya. Rawa inilah yang menjadi sebab mengapa kota ini bernama Ambarawa, yang artinya rawa yang luas (amba=luas; bhs. Jawa). Dan, sampai saat ini Rawapening tersebut pun masih ada.Berkunjung ke Ambarawa, kita akan menemukan berbagai obyek wisata menarik. Di sana ada museum kereta api dengan koleksi kereta tuanya. Atau jika kita bergeser ke daerah wisata Bandungan, terletak kurang lebih 20 kilometer dari Ambarawa, kita bisa berkunjung ke lokawisata sejarah Candi Gedong Songo. 
Untuk mencapai obyek wisata ini tidaklah sulit. Bila berangkat dari kota Semarang kita naik bus jurusan Yogyakarta. Begitupun sebaliknya, bila dari Yogyakarta pilihlah bus ke Semarang. Lalu, turun di kota Ambarawa. Demikian pula bila menggunakan kendaraan pribadi. Tempuhlah jalur Semarang-Yogyakarta.
Sesampainya di Ambarawa kita bisa langsung menuju ke Bandungan. Untuk yang berkendaraan umum tak perlu khawatir. Banyak angkutan pedesaan yang siap mengantar pelancong ke lokawisata tersebut. Mintalah turun di pertigaan Poli (toko Pauline). Di sini telah berjejer angkutan pedesaan tersebut. Namun, angkutan umum itu tak langsung membawa pelancong ke lokasi candi. Kita turun di pertigaan Gedong Songo. Kemudian perjalanan ditempuh dengan menggunakan ojek hingga tujuan.
 Menjejakkan kaki di pelataran candi anganpun bisa melayang ke sebuah negeri khayalan. Bagaimana tidak? Kabut putih akan segera menyergap kita, meskipun kita masih berada di kaki candi. Belum lagi udara dingin yang menggigilkan sumsum. Kemudian, memandang ke atas akan terlihat gugusan sembilan candi yang berdiri megah berpencar.
Candi ini memang dibangun berpencar dan tersusun di atas bukit. Satu bangunan candi berdiri di atas lahan sendiri seluas sekitar 150 X 30 meter persegi. Bangunan candi berurutan. Candi pertama menempati lokasi paling bawah, kemudian berurutan naik dengan jarak bervariasi antara candi pertama, kedua dan seterusnya.
Letak candi tidak berdiri berurutan seperti anak tangga. Antara bangunan yang satu dengan yang lain terkadang berada dalam arah yang berbeda. Tapi, yang pasti, urutannya selalu naik ke atas. Otomatis, kita akan berjalan melingkar-lingkar jika hendak mencapai bangunan candi berikut. Sekadar saran, bila anda ingin mendaki menikmati keindahan sembilan candi ini baiknya anda mengambil jalan ke kiri setelah melewati gerbang lokawisata. Memang tak ada aturan untuk itu. Namun, dengan demikian pendakian menuju candi berikut akan terus berurutan.
Salah Satu Candi Gedong Songo

Semakin tinggi kita mendaki matapun takkan lelah memandang. Di kanan-kiri jalan setapak, yang mulus diberi paving block, terlihat pemandangan alam yang indah. Pepohonan pinus terlihat menjulang di kejauhan dengan pucuknya yang seolah hendak menusuk awan-gemawan. Makin ke atas udara makin dingin namun sangat menyegarkan. Kabutpun terus melingkar-lingkar di sekitar kita.
Menapaki bangunan candi dari urutan pertama hingga sembilan memberi kesan tersendiri di hati. Jalan yang mendaki berkelok, bangunan candi yang kokoh berdiri di ketinggian, udara yang sejuk, kabut tipis yang selalu melayang memberi kenangan eksotis yang tak terlupakan.
 Candi ini dinamakan Gedong Songo karena memang terdiri dari sembilan bangunan candi. Dalam bahasa Jawa, Gedong berarti bangunan dan Songo artinya sembilan. Dan, sesuai dengan urutannya candi ke sembilan berdiri anggun di puncak bukit.
Konon bangunan candi yang ke sembilan ini melambangkan perjalanan akhir manusia mencapai kesempurnaannya. Bentuk bangunan candi bercirikan bangunan dari kerajaan Hindu Nusantara. Di mana setiap bangunan memiliki ruangan untuk tempat pemujaan.
 Selain bangunan candi, ada obyek lain yang ditawarkan lokawista ini, yakni sumber air panas belerang. Menjelang puncak bukit terdapat beberapa titik sumber air panas yang berbentuk kolam-kolam kecil. Pengunjung bisa istirahat di sini, sambil menikmati pemandangan sekitarnya yang hijau dan dingin basah.

Tidak hanya itu, 
Kota yang berada sekitar 95Km dari kota Semarang ini memiliki udara yang begitu sejuk. Kesejukan ini mungkin dikarenakan Ambarawa berada di sekeliling perbukitan dan pegunungan. Ambarawa memang salah satu kota bersejarah dalam perjuangan merebut kemerdekaan, ada peristiwa penting sejarah yang tercatat dalam dokumen nasional pertempuran itu sering dikenal dengan peristiwa Palagan Ambarawa. Untuk menghormati perjuangan para Pahlawan tersebut maka dibangunlah Monomen dan Museum Palagan Ambarawa. Disetiap akhir pekan dan hari libur Monomen dan Museum Palagan Ambarawa ini banyak dikunjungi oleh para wisatawan domestik yang umumnya berasal dari luar kota.
Monumen PALAGAN

Selain Monomen Palagan, di Ambarawa juga terdapat Museum Kereta Api. Jaraknya kira-kira 2Km dari Monumen Palagan, di museum ini kita bisa melihat dan belajar tentang perkembangan perkeretaapian di Indonesia. Tidak hanya itu, kita bisa berwisata menikmati alam dan kesejukan udara di Kota Ambarawa dengan melakukan perjalanan menggunakan Lokomotif Tua Peninggalan Pemerintahan Kolonial. Perjalanan ini akan melewati area persawahan dan perbukitan antara Ambarawa-Bedono. Jika kondosi keuangan mepet kita dapat memilih perjalanan menggunakan Lori menuju Stasiun Tuntang perjalanan ini akan melewati area persawahan dan Rawa Pening.
Salah satu Koleksi Lokomotif Tua di Musium KA Ambarawa


Tak jauh dari museum Kereta Api kita dapat melihat Monomun dan Lapangan Jendral Besar Sudirman. Monumen ini dibangun untuk memperingati perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah yang dipimpin oleh Jendral Sudirman, selain itu monumen ini dibangun untuk memperingati hari Juang Kartika yang dirayakan setiap tanggal 15 Desember.
Patung Jenderal Besar Sudirman di Lapangan Jenderal Sudirman

Itulah sedikit tentang aku dan kota kelahiran aku Ambarawa yang tidak mungkin aku lupakan walaupun sekarang aku berada di Kota Palembang, sebuah kota besar yang berada di Provinsi Sumatera selatan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar