Besar kemungkinan sebentar lagi Indonesia akan tercatat dalam sejarah dunia sebagai negara yang pertamakali dalam sejarah yang gagal sebagai tuan rumah penyelenggara sebuah even pesta olahraga internasional.
Ya, sepengetahuan saya, belum pernah terjadi di dunia ini ketika sebuah negara dipercaya dan dipilih sebagai penyeleggara sebuah even olahraga antarbangsa, negara tersebut gagal menyelenggarakannya gara-gara ketidakbecusannya menyelesaikan pembangunan fasilitas olahraga (venue) dan pembangunan pendukungnya.
“Prestasi” itulah yang kini di ambang pintu bakal menjadi kenyataan. Karena ketika tersisa 35 hari lagi pesta olahraga negara-negara Asia Tenggara, SEA Games XXVI, yang akan diselenggarakan di kompleks Jakabiring Sport City (JSC), Palembang, Sumatera Selatan, masih banyak venue yang jauh dari selesai. Di antaranya venue, kolamrenang, stadion atletik, lapangan tembak, voli, dan baseball (rumput yang telah ditanam, dicabut kembali karena tidak memenuhi standar internasional).
Bisa dibayangkan betapa malunya bangsa ini ketika nanti telah dapat dipastikan bahwa sampai dengan tanggal 11 November 2011, jadwal pembukaan SEA Games XXVI, masih saja ada venue yang belum selesai dikerjakan, atau diragukan kelayakannya. Dan oleh karena itu kemudian diputuskan untuk ditunda. Atau bahkan kemudian pihak Federasi Olahraga Asia Tenggara (Southeast Asian Games Federation) memutuskan SEA Games XXVI batal diselenggarakan di Indonesia! Bagaimana nanti reaksi 10 negara Asia Tenggara lainnya yang sudah pasti semua timnya telah mempersiapkan diri jauh-jauh hari sebelumnya? Mereka bukan saja pasti marah, tetapi juga akan menertawakan dan menganggap rendah bangsa ini.
Macam begini, katanya punya mimpi mau menjadi tuan rumah Piala Dunia? Mengurus even olahraga tingkat Asia Tenggara dengan 11 negara peserta saja sudah babak-belur seperti ini.
Utut Adianto, mantan pecatur nasional, yang sekarang Wakil Ketua Komisi X DPR (bidang olahraga) sangat pesimis pembangunan venue-venue tersebut bisa selesai tepat waktu dengan kualitas yang memadai secara internasional. Oleh karena itu dia mengatakan bahwa tiada pilihan lain selain pemerintah Indonesia harus menunda jadwal penyelenggaraan sampai 3-4 ke depan (Jawa Pos, 6 Oktober 2011).
Utut mengatakan nama baik Indonesia akan menjadi taruhan jika pemerintah tetap memaksakan menyelenggarakan SEA Games sesuai dengan jadwal. “Silakan saja. Tapi, tentu kita harus siap malu dan menutup muka karena penyelenggaraan yang asal-asalan,” katanya.
Menurut saya, bukan “nanti kita akan malu” kalau penyelenggaraan SEA Games itu tetap dipaksanakan diselenggarakan sesuai jadwal (11 November – 25 November 2011), tetapi sekarang pun kita sudah sepatutnya malu.
Bagaimana bisa waktu hanya tersisa sekitar sebulan, tetapi masih begitu banyak venue olah raga yang belum rampung. Bukan hanya venue-nya tetapi juga banyak fasilitas pendukung lainnya. Termasuk lingkungan sekitar, yang seharusnya sudah ditanam rumput, bunga-bunga, dan pohon-pohon, berikut lampu-lampu penerangan jalan, masih banyak belum tampak ada. Padahal, tentu saja, untuk bisa tumbuh dengan baik tumbuh-tumbuhan itu memerlukan waktu minimal beberapa bulan.
Bukan itu saja, sampai di masalah toilet pun, ternyata menimbulkan masalah. Karena untuk kloset, ternyata menggunakan kloset jongkok. Padahal seharusnya kloset duduk. Berarti harus dibongkar lagi, untuk diganti lagi?
Sampai di sini saja sudah membuat kita menjadi bahan tertawaan dunia. Apalagi nanti benar-benar ketika tiba waktunya masih ada venue yang belum sempurna, atau ditolak oleh negara peserta lain karena meragukan kualitasnya, dan dapat membahayakan keselamatan atlit-atlitnya.
Betapa kita akan semakin malu kelak, seandainya saja, di tengah-tengah pertandingan sedang berlangsung, tiba-tiba ada bagian bangunan atau lapangan yang retak, sehingga membuat pertandingan terpaksa dihentikan. Keadaan dan jadwal pertandingan bisa menjadi kacau-balau.
Kalau pun pemerintah memuruskan menunda jadwal penyelenggaraannya sampai 3-4 bulan ke depan, apakah itu mungkin dilakukan? Mengingat penundaan itu, berarti penyelenggarannya baru akan dilakukan sekitar Februari-Maret 2012. Yang berarti sudah dekat pula dengan penyelenggaran pesta olahraga sedunia, Olimpiade 2012, di London, Inggris, Juli 2012.
Apakah semua negara akan mau menerima putusan pemerintah RI itu? Padahal mereka juga sudah harus mempersiapkan diri untuk ikut dalam Olimpiade 2012 tersebut? Benar-benar kacau-balau, jadinya, kalau begini. Ketidakbecusan pemerintah RI, membuat negara-negara Asia Tenggara lainnya pun kalang-kabut.
Belum lagi dengan bagaimana persiapan panitia penyeleggara dari segi manajemen pengelolannya. Apakah mereka akan dapat melaksnakan dengan baik? Atau malah menjadi ambur-adul seperti yang terjadi dalam proses pembangunan fisik fasilitas olahraganya itu?
Kita pasti akan sangat malu. Tetapi apakah para pejabat tinggi negara yang bertanggung jawab secara langsung, maupun tidak, terhadap suksesnya SEA Games XXVI ini akan merasa malu juga?
Rasanya urat malu para pejabat kita ini sudah putus. Lihat saja, ketika saat-saat krisis penyelenggaraan SEA Games XXVI ini akibat dari belum selesainya banyak venue itu saja, mereka tampak tenang-tenang saja. Bahkan masih sempat sesumbar bahwa semua itu akan selesai tepat waktu (bagaimana bisa mereka masih bicara tentang “tepat waktu”, padahal jelas-jelas sekarang saja sudah meleset jauh).
Salah satu penyebab gagalnya penyelesaian pengerjaan proyek SEA Games XXVI di Jakabiring, Palembang, Sumatera Selatan ini adalah karena faktor korupsi. Anggaran dari negara yang seharusnya dipakai untuk mengerjakan proyek tersebut, telah dikorupsi habis-habisan demi kepentingan dan ambisi para politikus. Sehingga membuat terjadinya kekurangan anggaran. Membuat Presiden pun pada 16 September lalu terpaksa mengeluarkan Keppres untuk mengatasi kondisi darurat ini, supaya bisa mencairkan dana tambahan mengatasi kekurangan tersebut, dan memungkinkan ditunjuk langsungnya pihak ketiga untuk ikut serta dalam penanganan proyek ini.
Nah, adakah pejabat tinggi kita dan para politisi yang merasa risih, malu dan berani menyatakan diri bertanggung jawab atas kejadian ini?
Yang ada malah dua pejabat tinggi negara, masing-masing Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Malaranggeng, dan Gubernur Sumatra Selatan, Alex Nurdin, masih dengan berani sesumbar bahwa mereka menjamin penyelenggaraan SEA Games XXVI di Palembang tersebut akan berjalan sesuai dengan jadwalnya, dan sukses.
Bahkan dua-duanya mengatakan bertanggung jawab, kalau sampai apa yang mereka nyatakan itu tidak terjadi. Tetapi, tidak jelas apa bentuk tanggung jawab yang mereka maksudkan itu. Kelihatan sekali ini hanya pernyataan basa-basi khas pejabat Indonesia yang tidak pernah bertanggung jawab terhadap semua masalah yang merupakan tanggungjawab departemennya.
Seharusnya, dengan begitu daruratnya penyelesaian proyek ini saja sudah cukup membuat mereka menyatakan bertanggung jawab atasnya secara konkrit. Misalnya, dengan jantan mereka menyatakan bahwa karena begitu telatnya penyelesaian proyek SEA Games ini sehingga timbul krisisnya, maka paling lambat setelah selesainya SEA Games itu, mereka akan menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya masing-masing.
Saya lebih percaya bahwa pernyataan mereka itu hanyalah suatu bentuk trik untuk menutup-nutupi kegagalan mereka sebagai pejabat tinggi yang bertanggung jawab langsung atas kesukssesan SEA Games ini, mulai dari tahapan proyek pembangunannya sampai dengan penyelenggarannya.
Betapa tidak, Gubernur Alex Nurdin, pada 4 Oktober lalu, dengan gaya meyakinkan mengatakan bahwa dia berani menjamin bahwa soal venue-venue yang belum rampung itu akan selesai semuanya paling lambat tanggal 15 Oktober ini (Metronews, 4 Oktober 2011).
Padahal masih begitu banyak venue dan bagian lain darikompleks SEA Games itu yang belum selesai, seperti yang sudah kita saksikan bersama lewat tayangan televisi (terakhir pada 6 Oktober 2011). Atau, seperti gambar yang terakhir diambil pada 4 Oktober 2011 oleh Jawa Pos, yang saya sertakan di tulisan ini.
Apakah mungkin dalam tempo tersisa 9 hari lagi ini, bisa “simsalabim” , “adakadabra,” semuanya selesai tuntas?
Ataukah barangkali diam-diam mereka mau memanggil Sangkuriang untuk menyelasikan semua itu daalm tempo semalam saja?
Kalau pun dapat dikebut siang-malam, dan selesai beberapahari sebelum hari H-nya, pembangunan venue-venue olahraga tidak dapat disamakan dengan pembangunan rumah tinggal, atau wisma atlet, yang bisa begitu selesai, relatif langsung bisa ditempati. Karena semua venue olahraga harus melalui tahapan masa uji kelayakannya. Halmana tentu saja memerlukan waktu untuk mengujinya, maka masalahnya tidak berhenti pada selesainya pembangunan venue itu dikerjakan. Jangan-jangan belum apa-apa, waktu dipakai, tiba-tiba lapangannya retak, atau, eh, air di kolam renangnya menyusut, karena ternyata terdapat kebocoran di kolamnya.
Belum rampungnya banyak venue tersebut sudah mengundang rasa khawatir banyak pihak. Dari mereka yang bergerak di bidang dan para ahli konstruksi menyatakan kekhawatirannya karena seandainya saja, sekarang ini semua venue itu selesai hari ini, tetap saja tidak ada lagi waktu untuk memastikan kualitasnya.
“Secara konstruksi seharusnya pembangunan venue itu rampung enam bulan sebelum digunakan. Masa enam bulan tersebut akan digunakan untuk masa pemeliharaan yang masih tanggung jawab kontraktor,” ujar Eddy Ganefo, Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Sumsel, seperti yang dikutip Metronews, Minggu, 2 Oktober 2011.
Menurutnya, kalaupun waktunya sempit, masa pemeliharaan bisa dipersingkat menjadi tiga bulan. Ia menilai pembangunan sejumlah venue sebaiknya memakai perhitungan yang matang. Apalagi, kawasan 400 haktare tersebut asalnya adalah tanah rawa. Kalau itu tidak dilakukan, kemungkinan besar tanah akan turun atau ambles sehingga bangunan akan retak atau rusak. Kejadian yang menimpa venue tenis, misalnya, kemungkinan besar itu faktor tanah yang labil.
Nah, apakah pemerintah, dan penanggung jawab proyek tidak mempertimbangkan semua hal ini?
Jadi, apakah Anda sudah siap malu? Atau sudah merasa malu mulai dari sekarang? Semakin lengkap rasa malu ini kalau sampai nanti dalam ajang pesta SEA Games itu, Indonesia sebagai tuan rumah, gagal juga mencapai prestasi yang maksimal.
Kalau sampai itu terjadi, dan Menpora-nya yang sekarang, seandainya dia tidak diganti Presiden, tidak juga mundur, maka semakin lengkaplah derita bangsa ini. ***
(di ambil dari http://olahraga.kompasiana.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar