Jumat, 23 September 2011

Karya Ilmiah tentang Zonasi Wilayah di Perkotaan


TINJAUAN PENATAAN ZONASI WILAYAH YANG KURANG BAIK 
DI KOTA PALEMBANG





BAB I
PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dewasa ini pembangunan infrastruktur maupun gedung pencakar langit perkembanganya sangat pesat diberbagai wilayah diseluruh dunia.  Indonesia sebagai negara berkembang saat ini tengah melakukan pembangunan sarana-sarana dan berbagai fasilitas umum disegala bidang untuk meningkatkan taraf hidup bagi seluruh rakyat.
Kota merupakan lingkungan binaan yang terus tumbuh dan berkembang sehingga
membutuhkan suatu kebijakan terhadap perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ruangnya. Saat ini, persoalan tata ruang seringkali muncul menjadi topik pemberitaan karena dianggap mempunyai peran sentral terhadap terjadinya berbagai kerusakan lingkungan di kawasan perkotaan.

Bertambahnya jumlah penduduk kota menyebabkan pesatnya perkembangan kota, sekaligus menyebabkan bertambahnya jumlah permukiman. Alih fungsi lahan menjadi permukiman tersebut mengakibatkan kurang baiknya penataan kota yang biasanya menjadi masalah  utama di setiap kota-kota besar.

Pergeseran fungsi yang terjadi di kawasan perkotaan dan pinggiran adalah lahan yang tadinya diperuntukkan sebagai kawasan hutan, daerah resapan air dan pertanian, berubah fungsi menjadi kawasan komersial. Adanya fenomena semakin berkurangnya daerah resapan air pada daerah perkotaan memberikan konsekwensi logis bahwa semakin besar perubahan penggunaan daerah resapan air menjadi penggunaan perkotaan (non-agraris) akan memancing terjadinya penyimpangan perubahan pemanfaatan lahan oleh kegiatan komersial yang tidak sesuai kebijakan yang ada, dan menyebabkan pengurangan ruang terbuka hijau. Akumulasi semua kegiatan tersebut yakni banjir, erosi, dan penurunan kualitas dan kuantitas air. Persoalan tersebut terjadi karena sampai saat ini belum ada pengelolaan air secara terpadu melalui perancangan kota yang dikenal dengan water sensitive urban design.

Hasil studi pada kawasan perumahan menunjukkan bahwa penerapan water sensitive urban design harus mempertimbangkan aspek geografis, topografi, geologi, jenis tanah, iklim, cuaca, infrastruktur, ruang terbuka, guna lahan, dan sosial ekonomi sedangkan komponen yang diatur yakni internal kapling yang terdiri dari atap bangunan, talang air, saluran air hujan, halaman rumah, dan sumur resapan atau biopori, serta eksternal kapling seperti drainase, ruang terbuka, karakteristik sungai, sempadan sungai, jalan, sirkulasi kendaraan dan ruang pejalan kaki.


1.2.      Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, didapat sebuah pertanyaan besar “Bagaimanakah cara menanggulangi dampak yang ditimbulkan dari penataan zonasi wilayah yang kurang baik?” Tulisan inilah jawaban yang dianggap penulis tepat untuk pertanyaan tersebut. Langkah-langkah yang akan dibahas dalam tulisan ini guna menjadi solusi yang tepat, antara lain:
Ø  Pembuatan Lubang Pori sebagai solusi yang paling sederhana
Ø  Manfaat Pembuatan Lubang Pori
Ø  Teknik Pembuatan Lubang Pori

1.3.      Tujuan Penulisan
Tujuan utama mengangkat judul “Tinjauan Penataan Zonasi Wilayah Yang Kurang Baik di Kota Palembang” adalah untuk meninjau dan membahas lebih lanjut bagaimana meminimalisir dampak negatif kurangnya penataan zonasi wilayah terhadap berkurangnya daerah resapan air.

1.4.      Pembatasan Masalah
Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis membatasi objek penulisan ini yaitu Tinjauan Pembuatan Lubang Pori dihalaman rumah masyarakat guna meminimalisir semakin berkurangnya daerah resapan air.


1.5.      Manfaat
Manfaat penulisan ini yaitu memberikan gambaran mengenai adanya penyempitan area resapan air akibat alih fungsi lahan yang semakin banyak terjadi di kota Palembang.

 


BAB II
                                                               TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Zonasi
Untuk mewujudkan zonasi wilayah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti faktor keselamatan dan lingkungan, hal utama yang harus dilakukan adalah zonasi. Zonasi adalah suatu perangkat perencanaan penggunaan lahan yang digunakan oleh pemerintah lokal di sebagian besar negara maju. Kata ini berasal dari praktek yang diperbolehkan menunjuk menggunakan tanah berdasarkan zona dipetakan yang terpisah satu set penggunaan lahan dari yang lain. Zonasi mungkin menggunakan berbasis (mengatur penggunaan yang tanah dapat diletakkan), atau mungkin mengatur tinggi bangunan, banyak cakupan, dan karakteristik serupa, atau beberapa kombinasi dari semuanya. Serupa perencanaan kota metode telah ditentukan penggunaan berbagai daerah untuk tujuan tertentu di banyak kota dari zaman kuno.
Tujuan utama dari zonasi adalah untuk memisahkan manfaat yang dianggap tidak kompatibel. Dalam prakteknya, zoning digunakan untuk mencegah pembangunan baru bercampur dengan yang sudah ada, penduduk atau bisnis dan untuk melestarikan "karakter" dari suatu komunitas. Zonasi umumnya dikontrol oleh pemerintah lokal seperti kabupaten atau kota , meskipun sifat rezim zonasi dapat ditentukan atau dibatasi oleh otoritas perencanaan nasional atau negara atau melalui undang-undang yang memungkinkan.
Zonasi mungkin termasuk peraturan dari jenis kegiatan yang akan diperlukan orang banyak (seperti ruang terbuka, perumahan , pertanian , komersial atau industri ), kepadatan di mana kegiatan tersebut dapat dilakukan, ketinggian bangunan, jumlah struktur ruang untuk bisa ditempati, lokasi gedung (kemunduraan), proporsi jenis ruang, seperti berapa banyak taman ruang, permukaan tanah, jalur lalu lintas dan parkir harus disediakan. Sebagai contoh, di negara bagian Victoria , Australia, zona pemanfaatan lahan digabungkan dengan sistem perencanaan skema lapisan untuk menjelaskan banyaknya faktor yang berdampak pada hasil perkotaan yang diinginkan di lokasi manapun.
Kebanyakan sistem zonasi memiliki prosedur pemberian varians (pengecualian untuk aturan zonasi), biasanya karena beberapa kesulitan yang dirasakan disebabkan oleh sifat khusus dari properti yang bersangkutan.
Pada dasarnya, daerah perkotaan termasuk dalam salah satu dari lima kategori utama: perumahan, campuran perumahan-komersial, komersial, industri dan khusus (misalnya pembangkit listrik, kompleks olahraga, bandara, pusat perbelanjaan, dll). Setiap kategori dapat memiliki sejumlah sub-kategori, misalnya, dalam kategori komersial mungkin ada zona terpisah untuk kecil-retail, ritel besar, gunakan kantor, penginapan dan lain-lain, sementara industri dapat dibagi menjadi industri berat, perakitan ringan dan gudang menggunakan.

2.2 Tata Guna Lahan
Tata guna lahan yaitu, cara penentuan lahan yang digunakan, terutama di pertanian dan perencanaan kota,  kontrol, metode untuk mengatur penggunaan yang luas lahan yang diberikan mungkin dimasukkan, termasuk hal-hal seperti zonasi, peraturan subdivisi, dan dataran banjir regulasi.
Perencanaan tata guna lahan adalah  istilah yang digunakan untuk cabang kebijakan  publik mencakup berbagai disiplin ilmu yang berusaha untuk memesan dan mengatur penggunaan lahan dalam suatu cara yang efisien dan etis, sehingga mencegah konflik penggunaan lahan . Pemerintah menggunakan perencanaan penggunaan lahan untuk mengelola pembangunan tanah dalam yurisdiksi mereka. Dengan demikian, unit pemerintah dapat merencanakan untuk kebutuhan masyarakat sementara melindungi sumber daya alam. Untuk tujuan ini, itu adalah penilaian sistematis tanah dan potensi air, alternatif untuk penggunaan  lahan, dan  kondisi ekonomi dan sosial untuk memilih dan mengadopsi penggunaan  lahan sebagai pilihan terbaik. Satu  unsur dari rencana komprehensif , sebuah rencana penggunaan lahan  memberikan visi untuk kemungkinan masa depan pembangunan di lingkungan, kabupaten, kota, daerah atau adanya perencanaan yang ditetapkan.
Perencanaan pengembangan wilayah sering dipandu oleh hukum dan peraturan. Instrumen utama untuk perencanaan pengembangan wilayah saat ini adalah pembentukan zona yang membagi suatu daerah ke kabupaten yang memiliki peraturan tertentu. Meskipun perencanaan pengembangan wilayah kadang-kadang dilakukan oleh pemilik properti pribadi, istilah ini biasanya merujuk kepada perijinan oleh instansi pemerintah. Perencanaan pengembangan wilayah dilakukan pada berbagai skala, dari rencana oleh pemerintah kota setempat.
Bagian utama dari perencanaan lokal zonasi, pembagian wilayah menjadi kabupaten. Zona mencakup sebagian menggunakan potensi, seperti perumahan, industri komersial, ringan, industri berat, ruang terbuka, atau infrastruktur transportasi (seperti jalur rel atau jalan tol). Detil peraturan panduan bagaimana setiap zona dapat digunakan. Sebagai hasil dari tekanan dari pertumbuhan yang cepat, beberapa kota telah mulai menulis rencana manajemen pertumbuhan yang membatasi laju pertumbuhan. Rencana kota komprehensif bertujuan untuk membatasi laju pertumbuhan telah diterima oleh pengadilan..
Perencanaan penggunaan lahan, sebagian besar, telah difokuskan pada perencanaan kota. Semakin, perencanaan penggunaan lahan dilakukan pada skala yang lebih besar dan melibatkan beberapa isu, dampak akan masalah lingkungan akibat pengembangan wilayah yang akan dihadapi,juga akan semakin besar.

2.3 Biopori
Dalam lingkup lebih kecil dan lebih sederhana, keberadaan sumur resapan dapat dipenuhi dengan membuat lubang biopori. Biopori di temukan oleh Ir. Kamir R Brata. Msc yang merupakan peneliti dari Institut Pertanian Bogor. Biopori merupakan teknik pembuatan sumur resapan air hujan manual hasil temuan ilmuwan Indonesia asal Bogor. Ilmuwan terinspirasi untuk memberdayakan keberadaan mikroorganisme di dalam tanah seperti cacing, dan organisme kecil lainnya. Dari hasil riset, kita mendapat fakta bahwa siklus hidup mikro-organisme dalam tanah bisa dimanfaatkan sebagai media menciptakan jalur ikatan atau resapan air di dalam tanah yang dapat menjadi sebuah solusi untuk mencegah terjadinya penumpukan air dalam jumlah besar di atas tanah.
Seperti kita katahui, mikroorganisme hidup dengan mengolah unsur hara yang ada di dalam tanah. Mereka mengangkut sari pati tersebut ke dalam tanah dengan membentuk jalur terowongan-terowongan kecil yang kasat mata. Keberadaan jalur-jalur tersebut dapat kita manfaatkan sebagai jalur resapan air ke dalam tanah dan titik di mana air dapat diikat untuk kemudian dikembalikan lagi sebagai makanan bagi tumbuhan dan mikro-organisme yang hidup di atasnya. Dengan ini, biopori mempunyai manfaat tidak hanya sebagai sumur resapan pada tiap bangunan dan juga dapat dimanfaatkan untuk tempah membuang sampah bahan-bahan organik.
Biopori sendiri pada dasarnya merupakan sebuah lubang layaknya sumur dengan diameter berkisar antara 10 hingga 30 cm dan kedalaman kurang lebih 1 meter. Kalau dulu cara membuat lubang biopori sulit dilakukan sendiri karena butuh alat berat dan tenaga yang besar, sekarang sudah ada alat khusus untuk membuat lubang tersebut. Jadi Anda tak perlu lagi repot menggali dan mengira-ngira ukuran kedalaman tanah yang sudah digali.
Sampah organik yang bisa dimasukkan kedalam biopori yaitu sisa-sisa buah dan sayur-sayuran serta daun-daun kering di taman adalah jenis sampah yang masuk kategori organik. Kinerja pengolahan sampah organik dengan mikroorganisme dalam tanah pada dasarnya merupakan prinsip pembuatan kompos secara alami. Jadi, selain mendapat area resapan air tanah dari jalur hidup mikro-organisme dalam tanah, dengan lubang biopori Anda juga menjadi penghasil kompos yang produktif. Kompos yang sudah terbentuk dapat Anda ambil dari bagian dalam lubang biopori dan dimanfaatkan untuk memupuk tanaman yang ada dalam taman Anda. Cara ini efektif membuat perputaran kegiatan yang ada jadi terus berputar, dari tanah, oleh tanah dan untuk tanah.

2.4 Infiltrasi
Infiltrasi adalah proses masuknya air ke dalam tanah. Air yang telah ada didalam tanah kemudian akan bergerak ke bawah oleh gravitasi dan disebut dengan perkolasi. Laju infiltrasi air ke dalam tanah, dalam hubungannya dengan pengisian kembali tanah oleh air hujan atau oleh air irigasi, sangat penting. Apabila daya infiltrasi tanah besar, berarti air mudah meresap kedalam tanah, sehingga aliran permukaan kecil. Akibat erosi yang terjadi juga kecil. Daya infiltrasi tanah dipengaruhi oleh pororitas dan kemantapan struktur tanah. Karena bentuk struktur tanah yang membulat (granuler, remah, gumpal membulat), menghasilkan tanah dengan pororitas tinggi sehingga air mudah meresap kedalamtanah, dan aliran permukaan menjadi kecil, sehingga erosi juga kecil. Demikian pula tanah-tanah yang mempunyai struktur tanah yang mantap (kuat), yang berarti tidak mudah hancur oleh pukulan-pukulan air hujan, akan tahan terhadap erosi. Sebaliknya struktur tanah yang tidak mantap, sangat mudah hancur oleh pukulan air hujan, menjadi butiran-butiran halus sehingga menutup pori-pori tanah. Akibatnya air infiltrasi terhambat dan aliran permukaan meningkat yang berarti erosi juga akan meningkat.



BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlihatkan dalam penulisan karya tulis ini, penulis menggunakan metode sebagai berikut:
3.1.1 Data primer
      a.   Observasi
Penulis mengadakan pengamatan langsung terhadap apa yang berhubungan langsung dengan masalah.
b.      Wawancara
Penulis mengadakan wawancara langsung kepada pihak-pihak yang berhubungan erat dengan permasalahan hidrologi ini contohnya mantan Kacabdin PU Pengairan Lahat dan pihak terkait lainnya yang mempunyai wewenang untuk memberikan data-data yang diperlukan berhubungan dalam penulisan karya ilmiah ini.
3.1.2  Data Sekunder
Data sekunder didapatkan dengan membac buku-buku, laporan, lieratur  yang  ada kaitannya dengan laporan ini.
           
3.2    Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif- analitis, yaitu dengan melakukan interpretasi secara kualitatif terhadap data yang telah didapatkan.




BAB IV
ANALISIS DAN SINTESIS
4.1 Zonasi Wilayah yang Kurang Baik Membuat Daerah Resapan Semakin Berkurang
Berkaitan dengan karakteristik lahan yang terbatas, dinamika perkembangan kegiatan di kawasan perkotaan ini menimbulkan persaingan antar penggunaan lahan yang mengarah pada terjadinya  perubahan penggunaan lahan dengan intensitas yang semakin tinggi dan tidak sesuai dengan koridor pembanguan yang telah ditentukan. Akibat yang ditimbulkan oleh perkembangan kota adalah adanya kecenderungan pergeseran fungsi-fungsi kota ke daerah pinggiran kota (urban fringe) yang disebut dengan proses perembetan kenampakan fisik kekotaan ke arah luar (urban sprawl).
Munculnya masalah daya dukung lingkungan yang sangat kurang seperti minimnya daerah  resapan air akibat  pertumbuhan pembangunan perumahan yang berkembang sangat pesat, wilayah yang dulunya menjadi daerah resapan air, kini berubah menjadi bangunan berbagai bentuk. Daya serap tanah sudah semakin sedikit. Tanah sudah tertutup semen, aspal, sampai paving block. Hal inilah yang memicu terjadinya banjir di berbagai daerah.
Rawa berfungsi menyimpan air, termasuk air hujan. Air hujan yang jatuh ke permukaan daratan juga tidak seluruhnya turun ke sungai, sebagian diserap rawa. Karena itu, permukaan rawa selalu becek dan berlumpur.
Kondisi geografis Kota Palembang  yang 54% wilayahnya merupakan lahan rawa, karena tuntutan pembangunan menyebabkan sejumlah rawa direklamasi. Penggunaan lahan yang bukan semestinya menjadi suatu alternatif pemecahan kebutuhan lahan yang tidak berkelanjutan. Lahan rawa yang merupakan daerah resapan air merupakan salah satu alternatif lahan yang dijamah selain lahan pertanian dan konservasi. Pengurukan itu membuat air yang sebelumnya dapat tertampung di rawa, akan beralih ke jalanan atau kawasan lain yang lebih rendah sehingga menyebabkan banjir di lokasi-lokasi tertentu. Keadaan ini memberikan dampak yang negatif bagi lingkunagn. Pemerintah Kota Palembang telah mengeluarkan peraturan khusus tentang pengendalian dan pembangunan daerah rawa yaitu Perda No 13 Tahun 2002 yang mulai dijalankan pada Tahun 2003. Peraturan tersebut membatasi penimbunan di daerah rawa. Perda Rawa ini memiliki semangat positif, yaitu untuk mengkonservasi rawa-rawa yang dipersiapkan sebagai daerah resapan air.
Dari hasil analisis overlay peta TGL 2004 dan peta persebaran rawa tahun 1999 rawa yang tersisa di Kota Palembang sebesar 15,38% sedangkan sisa lahan rawa pada tahun 2007 adalah sebesar 15,30%. Perubahan penggunaan lahan rawa terjadi besar-besaran antara rentan tahun 1999-2004 sebesar 49,42 % dari luas rawa tahun 1999 terjadi peningkatan dari perubahan antara tahun 1984-1999 yang mengalami perubahan 43,69%. Perubahan ini tejadi karena Kondisi fisik Kota Palembang yang memiliki lahan rawa lebih besar (54%), danya aktivitas perkotaan yang memancing terjadinya perubahan guna lahan rawa dan adanya kebijakan pengembangan wilayah-wilayah pengembangan (pusat pelayanan) semua ini sdi sebabkan oleh tuntutan dari perkembangan Kota Palembang. Setelah 3 tahun berjalannya perda mulai tahun 2005- 2007 perubahan guna lahan rawa mengalami penurunan yang drastis perubahan yang terjadi hanya sebesar 0,52%. Perubahan yang kecil ini bukan berarti kinerja pengendalian perda sudah baik.


Minimnya daya serap tanah diperparah dengan penyempitan badan sungai. Banyak sekali rumah yang dibangun di bantaran sungai. Sebagian malah mendirikan di badan sungai. Akibatnya, ketika volume air meningkat, sungai tidak mampu menampungnya. Kondisi ini terjadi akibat kurangi izin pembangunan perumahan yang kurang memperhatikan aspek lingkungan. Untuk meminimalisir dampak tersebut diperlukan kerjasama dari berbagai pihak. Peran aktif masyarakat sangat dibutuhkan untuk mereduksi dampak negatif dari adanya pengurangan daerah resapan air akibat zonasi wilayah yang kurang baik, salah satunya dapat diwujudkan dengan membuat biopori di halaman rumah.
4.2 Karakteristik Daerah Resapan
Berdasarkan karakteristiknya litologinya, daerah resapan potensial secara spesifik ditandai oleh jalur-jalur biru yang merupakan satuan batuan, terbentuk akibat evolusi bumi pada 200 juta tahun lalu, dan dikenal sebagai alur-alur endapan alluvial sungai purba. Endapan ini memiliki ketebalan ± 10 meter, terdiri atas batuan pasir, lempung, dan lanau, yang sangat poros terhadap pekolasi air. Alur-alur biru (sungai purba) berdasarkan bentang alamnya, lebih mendominansi wilayah cekungan (lembah), dan secara alami memiliki ciri (a) kondisi tanahnya yang poros, (porositas dan premabilitas tinggi), (b) berkemampuan dalam meresapkan air (infiltrasi) kedalam tanah, serta (c) perbedaan air tanah dangkal yang relatif mencolok pada musim kemarau dan penghujan.
Dengan demikian, pemahaman makna daerah resapan dalam hamparan bentang alam, paling tidak ada lima unsur utama sebagai penciri yang harus dipenuhi yaitu: (a) kondisi tanahnya poros, (b) kemampuan dalam meresapkan air, (c) memiliki perbedaan tinggi air tanah dangkal, dan (d) berada pada wilayah dengan curah hujan cukup tinggi >2500 mm/tahun, serta (e) berpenutupan vegetasi dengan sistem perakaran dalam serta memiliki strata (pelapisan) tajuk dan tumbuhan bawah.
Porositas dan premabilitas tanah, dipengaruhi oleh struktur dan tektur tanahnya; dimana kandungan pasir dalam tanah sangat menentukan. Semakin tinggi kandungan pasir dalam tanah, maka kesarangan tanah akan semakin tinggi.

4.3 Laju Infiltrasi dan Kapasitas Infiltrasi
           
Air yang hujan yang jatuh kepermukaan bumi tidak sepenuhnya dapat diserap oleh tanah, sebagian mengalir ke sungai. Laju infiltrasi tanah tergantung pada faktor-faktor yang ada diatas permukaan tanah tersebut dan besarnya poripori tanah. Hal ini berkaitan dengan butiran pori tanah pada permukaan tekstur tanah. Maka dari setiap Tanah memiliki berbagai macam perbedaan pada laju kecepatan resapan/infiltrasi tanah hal tersebut tergantung pada tekstur tanah itu. Namun pada tanah yang memiliki laju kecepatan menyerap air lebih baik maka tanah tersebut dapat dikatakan subur, sebaliknya pada tanah yang tidak subur maka laju kecepatan resapan air/infiltrasi terlihat lambat, percobaan telihat jelas pada tanah liat dan lempung hal itu dikarenakan oleh kepadatan unsur dari tanah tersebut.
Laju infiltrasi (infiltration rate) dan kapasitas infiltrasi (infiltration capacity) adalah besaran kuantitas infiltrasi, dimana kapasitas infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum unruk suatu jenis tanali tertentu sementara laju infiltrasi adalah laju infiltrasi yang nyata pada tanah tersebut. Laju infiltrasi tergantung pada kondisi permukaan dan bawah permukaan tanah. Faktor terpenting adalah stabilitas pori-pori pada permukaan tanali dan laju transmisi air lewat tanah.

Secara fisik, ada empat faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi tanah, yaitu: (1) Jenis tanah, (2) Kepadatan tanah, (3) Kelembapan Tanah, (4) Tutup Tumbuhan. Namun Setiap Jenis tanah mempunyai laju infiltrasi karakteristik yang berbeda dan bervariasi tergantung pada karakterisrik tanah tersebut.
 Faktor-faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi adalah; kandungan airawal, permeabilitas permukaan tanah, kondisi internal seperti ruang pori dan kemerekahan koloid tanah, serta kandungan bahan organik tanah, juga lamanya air hujan atau pemberian air irigasi. Dalam mengukur laju kecepatan infiltrasi tanah dilapangan dapat dinyatakan dengan:

w : Berat air/volume air.
V : Kecepatan air.
t : Waktu kecepatan resapan air. Hal tersebut dinyatakan dalam:

4.4 Pembuatan Lubang Pori Sebagai Solusi Mengatasi Banjir akibat Berkurangnya Daerah Resapan

4.4.1 Manfaat Pembuatan Lubang Pori
Lubang Resapan Biopori adalah metode resapan air yg ditujukan untuk mengatasi banjir dengan cara meningkatkan daya resap air pada tanah. Fungsi lubang resapan atau biopori sangat penting bagi lingkungan yaitu sebagai berikut:

a. Menurunkan laju aliran permukaan (run-off).

Dengan dibangunnya lubang biopori maka air hujan yang jatuh di permukaan tanah akan dapat meresap ke dalam tanah lewat lubang-lubang  tersebut sehingga tidak terjadi aliran permukaan yang besar.

 

 

b. Meningkatkan infiltrasi.

Dengan masuknya air hujan kedalam lubang tersebut, maka dapat dikatakan mempertinggi infiltrasi yang akan dapat menambah ketinggian muka air tanah. Air tanah inilah yang nantinya sangat bermanfaat bagi warga masyarakat dimusim kemarau.

 

c. Mengurangi evaporasi.

Air hujan yang jatuh langsung di permukaan tanah apabila tanah tidak mampu menyerap air maka akan timbul genangan – genangan air yang akan terevaporasi dan menguap tanpa sempat meresap kedalam tanah.

 

d. Penyeimbang neraca hidrologi.

Dengan semakin banyaknya air yang masuk kedalam sumur resapan maka dapat memperkecil rasio cadangan air antara musim penghujan dan kemarau.


4.4.2 Teknik Pembuatan Lubang Pori
  1. Buat sebuah lubang bulat dengan diameter antara 10 hingga 30 sentimeter dengan kedalaman kurang lebih 1 meter (boleh kurang dari 1 meter, misalnya 80 sentimeter).
  2. Masukkan sampah tersebut ke dalam lubang biopori yang tadi sudah digali.
  3. Anda perlu mengisi dan menambah sampah organik ke dalam lubang tersebut secara berkala karena sampah yang sudah dimasukkan ke dalam lubang akan mengalami proses pembusukan dan menyusut dengan cepat.
  4. Pembusukan sampah yang terjadi di dalam lubang biopori merupakan proses pengomposan. Kompos yang tercipta dapat Anda ambil dan gunakan untuk memupuk tanaman dan area taman yang ada di sekitar hunian. Ambil kompos secara berkala pula agar lubang dapat kembali diisi dengan sampah organik yang baru.
Biaya yang dibutuhkan untuk membuat lubang biopori ini berkisar antara Rp.200.000 yang digunakan untuk membeli bor tangan yang dapat dipergunakan secara missal.
Lokasi yang dapat dibuat lubang pori adalah:
  • Di dasar saluran air yang dibuat sebagai tempat mengalirkan air hujan
  • Di area pekarangan rumah
  • Di tepian batas sebuah taman (di rumput bagian pinggirnya)




BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
1.      Pembuatan lubang pori pada halaman rumah dapat menjadi sarana yang digunakan untuk menanggulangi masalah penyempitan area resapan air akibat pembangunan.
2.      Dengan membuat lubang pori, kita sudah membantu perluasan daerah resapan air dimana secara tidak langsung telah berpartisipasi dalam meminimalisir dampak negatif dari pembangunan yang tidak memperhatikan zonasi wilayah.
3.      Perlunya kerjasama berbagai pihak yaitu pemerintah dan masyarakat untuk meminimalisir dampak negating dari pembangunan
4.      Faktor yang harus dipertimbangkan untuk mewujudkan pembangunan yang sesuai aturan dan berkualitas yaitu  zonasi (tata ruang) dengan memperhatikan daerah resapan air, aksesibilitas perencanaan (jalan perencanaan), perencanaan transportasi, desain infrastruktur dan desain sistem operasi harus dilakukan dengan waktu dan kebutuhan dan biaya yang banyak.



Karya ilmiah ini dibuat oleh saudari Renvia Yunita Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang dalam lomba pemilihan Mahasiswa Berprestasi (MAWAPRES) tahun 2011.
Format karya ilmiah dalam posting ini sepenuhnya dibuat oleh admin andykasipil.blogspot.com. Kami juga menyertakan file karya ilmiah ini dalam bentuk format PDF. Untuk mendownloadnya silahkan klik kata download dibawah ini

DOWNLOAD

password : andykasipil.blogspot.com






Tidak ada komentar:

Posting Komentar